Jepang Buat Sistem Analisis Mutasi Genetik Virus Corona Baru
Dengan analisis baru, pemeriksaan mutasi genetik virus bisa dilakukan dalam 2 minggu.
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Universitas Osaka dan Universitas Hokkaido di Jepang mengembangkan sistem untuk menganalisis mutasi genetik dari virus corona jenis baru yang jauh lebih cepat. Para peneliti dari kedua universitas mengatakan sistem tersebut diharapkan bisa mempercepat pengembangan terapi baru dan tindakan pencegahan dari infeksi covid-19.
Peneliti berhasil membangun cara sederhana dan efisien untuk menghasilkan klon infeksius virus. Peneliti menggunakan reaksi berantai polimerase, atau PCR, teknik untuk memperkuat segmen kecil DNA.
Karena virus corona jenis baru memiliki genom yang besar, metode konvensional untuk mempelajari mutasi rumit. Metode konvensional biasanya memakan waktu beberapa bulan. Namun, pendekatan yang dilakukan kelompok peneliti mempersingkatnya menjadi dua minggu.
“Metode ini memungkinkan kami dengan cepat memeriksa figur biologis mutasi pada virus corona jenis baru (SARS-CoV-2),” ujar Shiho Torii, penulis utama studi, dilansir Japan Times, Kamis (29/4).
Panel Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan mengindikasikan pada akhir April ditemukannya varian virus corona jenis baru yang sangat menular dengan mutasi khas hampir menggantikan versi lain dari virus di prefektur Osaka dan Hyogo. Penyebarannya juga dilaporkan meningkat di Ibu Kota Tokyo.
Kemunculan varian baru COVID-19 di Jepang telah menimbulkan pertanyaan di antara publik tentang apa arti mutasi sebenarnya. Publik juga bertanya-tanya apakah mutasi dapat mempengaruhi kemanjuran vaksin yang ada.
Sejauh ini, studi menunjukkan vaksin yang dikembangkan Pfizer Inc dan BioNTech efektif melawan varian lain, termasuk B.1.1.7 yang dikenal sebagai varian Inggris karena pertama kali ditemukan di negara itu.
Untuk memahami fungsi setiap mutasi pada gen varian virus, penting menghasilkan virus rekombinan dengan setiap mutasi. Termasuk juga dalam memeriksa fitur biologis dibandingkan dengan virus induk.
Tim peneliti berharap metode ini dapat menghasilkan virus rekombinan yang tidak mampu menyebabkan penyakit, yang dapat berkontribusi pada pengembangan vaksin yang aman dan efektif serta obat anti-virus.
Varian baru COVID-19 telah terlihat menggantikan strain asli di seluruh Jepang membuat kekhawatiran bahwa lebih banyak orang yang terinfeksi menderita gejala parah. Di Tokyo, para ahli mengatakan varian sangat menular dengan mutasi yang disebut sebagai N501Y dan diperkirakan menyebabkan hampir 60 persen dari total kasus di kota itu.
Mengutip data Tokyo Metropolitan Institute of Public Health, para ahli mengatakan pada pertemuan pemantauan virus korona Tokyo bahwa kasus N501Y menyumbang 59,6 persen persen dalam satu pekan terakhir, naik tajam dari minggu sebelumnya yaitu 32,8 persen. Sebuah survei oleh National Institute of Infectious Diseases menunjukkan bahwa 5,5 persen orang yang terinfeksi varian baru mengalami gejala yang parah, dibandingkan dengan 1,6 persen untuk jenis aslinya.
Lembaga itu mengatakan, bahwa jumlah kasus varian COVID-19 yang ditemukan sejauh ini terlalu kecil untuk menyimpulkan bahwa varian baru melibatkan risiko gejala parah yang lebih tinggi.