Boxing Day: Diskon di Pusat Belanja, Bagi Kado di Lapangan
Boxing Day: Pesta Diskon Belanja dan Liga Inggris
Pada setiap Desember, Boxing Day menjadi ungkapan yang sering terucap selain Hari Natal tentunya. Boxing Day atau Christmas Box memang tak bisa dilepaskan dari Hari Natal.
Boxing Day merupakan hari libur nasional di Inggris atau biasa disebut Bank Holiday sehari setelah perayaan Natal. Tentu, kata Boxing di sini tidak ada kaitannya dengan olahraga tinju (boxing), Muhammad Ali, James Buster Douglas, atau Mike Tyson sekalipun.
Sesuai namanya, Boxing Day berarti hari berbagi hadiah yang dibungkus dalam kotak (box) kecil. Ceritanya, pada abad pertengahan di Inggris, para tuan tanah dan majikan ingin membahagiakan para pegawainya yang telah bekerja keras hingga Natal datang.
Para pelayan, orang miskin, dan petugas publik ini pun mendapat hari libur pada 26 Desember sambil diberi kado kecil dari majikan mereka.
Gereja-gereja juga menyediakan kotak sumbangan untuk diberikan kepada kaum miskin. Kado itu berisi hadiah, uang, dan benda-benda yang dianggap bernilai yang dibawa saat para pekerja, pelayan, dan orang-orang miskin ini berkumpul bersama keluarga mereka.
Boxing Day menjadi hari sangat penting dan berharga bagi kaum menengah bawah ini di mana mereka bisa berlibur, berkumpul dengan kerabat dan keluarga, dan berbagi kado.
Seiring berjalannya waktu dan semakin dinamisnya kehidupan manusia, Boxing Day di daratan Inggris pun berevolusi.
Setidaknya, pada zaman now ini, ada dua event menarik dan besar yang disandingkan dengan Boxing Day ini: belanja gila-gilaan karena diskon yang luar biasa besar, dan digelarnya pertandingan sepak bola Liga Inggris. Yang kedua ini terus menimbulkan kontroversi, sampai hari ini.
Boxing Day pertama: Waktunya borong-borong! Toko-toko di Inggris, baik besar maupun kecil, menawarkan diskon hingga 90 persen untuk produk-produk mereka, dari pakaian hingga barang elektronik. Ada yang didiskon besar, ada yang kecil. Ada juga produk yang tidak didiskon karena model baru atau memang masih sesuai musim.
Orang-orang pun --ribuan jumlahnya dan bahkan lebih di setiap kota besar dan kecil-- rela antre dari pagi buta ditemani rintik hujan salju Desember sambil melipat tangan mereka di dada menahan dingin. Ada yang memasukkan tangan-tangan mereka ke kantong jaket atau celana. Gumpalan kabut tebal pun keluar dari mulut-mulut mereka setiap kali mengembuskan nafas.
Ini bukan cuma pesta orang Inggris untuk belanja murah barang-barang branded. Orang-orang asing dari negara-negara tetangga Inggris pun sengaja berbondong-bondong mendatangi kota-kota di sana untuk ikut memborong. Mereka membawa uang banyak dan rela tidur di penginapan-penginapan murah
Bagi para pendatang di Inggris baik mahasiwa maupun pekerja ini pun menjadi sebuah berkah. Mereka yang ingin membeli sepatu, tas, atau jaket mahal, Boxing Day menjadi saat yang tepat untuk mewujudkan itu semua. Intinya, bisa belanja murah dapat barang mahal.
Sehari atau dua hari sebelum 26 Desember, beberapa orang (pada umumnya banyak orang) sudah menandai barang-barang yang mau dibeli di toko-toko favorit mereka. Agar barang itu tidak jatuh ke tangah pembeli lain, taktik menyimpan barang itu di tempat yang sulit diraih pun dilakukan.
Misalnya, seorang teman saya sebut saja ABC, ia mengincar jaket seharga 200 poundsterling yang kemungkinan besar akan didiskon 70 persen pada hari H Boxing Day.
Sehari sebelum 26 Desember, temen ABC ini sengaja datang ke toko yang dia incar dan meletakkan jaket favoritnya itu di tempat yang tidak terduga seperti ditumpuk di baju-baju obral.
Jika beruntung, esoknya ABC akan mendapatkan barang yang dicarinya dan membayar dengan murah. Jika tidak, berarti seseorang telah memindahkannya atau membelinya terlebih dahulu. Nasib.
Kesabaran, keuletan, dan tahan dingin menjadi kunci sukses borong-borong pada Boxing Day ini. Pastinya, uang yang cukup pun menjadi syarat utama. Di sinilah para pemburu barang mahal tapi ingin harga semurah-murahnya sangat berterima kasih kepada pelopor Boxing Day ini.
Selain belanja-belanja murah, Boxing Day pun kini identik dengan pertandingan sepak bola liga Inggris. Ada juga laga kriket dan lomba pacuan kuda. Entah karena alasan tradisi, bisnis atau judi, laga olahraga pada 26 Desember pun terus dipertahankan hingga saat ini sejak digelar pada era Ratu Victoria pada abad ke-19 atau sekitar tahun 1800-an akhir.
Laga Sheffield FC versus Hallam FC pada 1860-an menjadi awal dimulainya Boxing Day. Respons atas pertandingan ini pun cukup meriah sehingga tradisi ini berlanjut meski sempat diwarnai suspensi pada Hari Natal di tahun-tahun berikutnya. Namun kemudian, tradisi Boxing Day dan Hari Natal kembali berjalan.
Mengapa harus ada laga sepak bola dan olahraga lainnya pada saat libur Natal? Jawabannya simpel: di stadiun pun orang-orang bisa berkumpul dengan kerabat dan keluarga untuk menyaksikan sepak bola, pacuan kuda, atau kriket. Bahkan, kumpul dan silaturahim di stadion bisa lebih luas di mana kerabat yang datang jauh lebih banyak.
Tak heran, di jalan-jalan akan ditemui satu keluarga mengenakan jersey klub kesayangan mereka menuju stadion sepak bola tempat laga digelar. Para anggota klub-klub sosial pun ikut meramaikan stadion menyaksikan klub kesayangan mereka bermain sambil berkumpul dengan rekan-rekan sosial mereka.
Biasanya, sebelum pertandingan, para pemain akan berbagi kado. Para ofisial, pelatih, dan tim pendukung juga melakukan hal yang sama. Pekerja di stadion pun mendapat hadiah dari klub dan pemain. Begitupun para penonton yang datang ke stadion, ada tradisi berbagi kado sesama mereka.
Tak heran, jika pada setiap Desember, Liga Premier menjadi liga paling ketat dan padat di daratan Eropa. Ketika liga-liga lain libur dan baru memulai pertandingan pada awal Januari, klub-klub Inggris harus menghadapi setidaknya 4-6 pertandingan dalam dua pekan.
Pada saat Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan Mario Gomez menikmati libur Natal berkumpul bersama keluarga, maka Thomas Tuchel, Pep Guardiaola, dan Juergen Klopp harus menyiapkan taktik jitu di laga krusial akhir tahun ini. Mereka harus berjibaku baik demi menghadapi Liga Inggris, Piala FA, maupun pertandingan lainnya.
MU, Arsenal, dan Liverpool merupakan klub-klub papan atas Liga Premier yang paling baik mencatatkan statistik di laga Boxing Day. Sementara Newcastle United, Bournemouth, dan Leicester menjadi klub yang berada pada posisi sebaliknya.
Memang, Boxing Day dalam sepak bola menimbulkan kontroversi tiada henti. Bintang dan legenda hidup sepak bola Prancis Michael Platini termasuk yang mengritik keras laga di saat libur Natal ini.
Platini bahkan menegaskan kalaupun jadi pelatih dia tidak akan melatih di Inggris sampai tak ada laga saat Natal datang. Sebagai pemain, ia pun sudah menegaskan tidak mau bermain untuk klub Inggris. Karier Platini moncer di Seri A bersama Juventus.
Namun Shay Given, mantan kiper Liverpool dan Manchester City, mengaku takjub dengan laga Boxing Day. "Saat libur Natal, kita akan sibuk mencari jadwal, di rumah (laga kandang) atau keluar (laga tandang)," kata Given. Bagi dia, Boxing Day memberikan warna berbeda dalam sepak bola Inggris.
Terlepas dari kontroversi itu, ada pesan moral penting dari Boxing Day: peduli terhadap sesama. Tidak semua orang bisa merayakan kebahagian yang sama di hari besar.
Di sinilah mereka yang berlebih memberikan sedikit rezeki yang didapat untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Pengemis dan homeless (orang yang tidak memiliki rumah) sangat merasakan indahnya Boxing Day di mana tas-tas mereka pun tak mampu menampung kotak-kotak kado yang diberikan.
Boxing Day bukan sekadar berebut barang yang didiskon besar. Juga, bukan cuma menyaksikan laga sepak bola di saat libur besar. Boxing Day adalah seni silaturahim, seni berbagi, mengajarkan manusia agar peduli dan adil, tidak serakah dan tidak saling menikam; karena pada dasarnya manusia adalah mahluk yang saling bergantungan, saling membutuhkan, bukan serigala bagi manusia yang lain.