Pandemi Pukul Omzet Pedagang Parsel Barito

Penjualan parsel Lebaran tahun ini tapi lebih baik dari tahun lalu.

Republika/Intan Pratiwi
Pedagang parcel di kawasan Barito mengaku pesanan parcel selama lebaran di tengah pandemi merosot tajam. Jumat (14/5).
Rep: Intan Pratiwi Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang parsel atau bingkisan di kawasan Barito, Jakarta Selatan, harus menelan pil pahit di Lebaran tahun ini. Dampak pandemi masih terasa oleh mereka karena omzet parsel Lebaran tahun ini masih belum pulih.

Salah satu pedagang parsel, Haritman (48) mengaku pada lebaran tahun ini hanya menjual 200 paket parcel dari tiga variasi parsel yang ia buat. Biasanya, sebelum pandemi dia mampu menjual parcel hingga 500 paket dalam satu bulan.

Haritman punya tiga jenis parsel, jenis parsel makanan ringan, buah dan keramik teko dan gelas. Yang masih laris manis dibeli jenis variasi buah. Bahkan untuk paket keramik teko dan gelas masih merupakan stok tahun lalu yang belum terjual.

"Tahun ini belum ada perubahan sih, meski ya tidak beda jauh dari tahun lalu. Kalau omzet kira kira ya paling 30 jutaan sih tahun ini," kata Haritman kepada Republika, Jumat (14/5).

Haritman menjelaskan tahun lalu lebih parah. Dia menjelaskan baru ada pembeli di sepekan terakhir menjelang Lebaran. Karena stok buah terlanjur banyak, ia bahkan harus membanting harga jual parcel buah yang semula biasanya Rp 150.000 per paket menjadi Rp 75.000 per paket.

"Daripada stok buah busuk malah makin rugi, mending kita banting harga aja," ujar Haritman.

Sedangkan untuk di tahun ini untuk bisa menarik pelanggan, ia mengatakan memberikan layanan tambahan berupa gratis pengiriman. Ia mengatakan, ia sampai memberdayakan dirinya juga menjadi kurir tidak hanya sebagai penjaja.

"Beberapa juga saya jadi kerjasama dengan teman-teman yang profesinya driver ojek daring. Saya kasih harga korting ke pelanggan terus saya kerja sama sama teman saya," ujar Haritman.

Penjaja yang lain, Sarah (38) bahkan mengaku harus menutup tokonya lebih awal. Saat Republika berkunjung, ia sedang merapihkan kiosnya yang sengaja ia tutup. "Biasanya hari gini masih buka sih, ngabisin stok. Tapi ya sepi, kalau kita buka juga kena sewa kios. Jadi mending kalau tidak ramai-ramai banget kita tutup saja," tambahnya.

Sarah memprediksi lesunya penjualan parcel di kawasan Barito karena juga kalah saing dengan menjamurnya penjualan parsel via daring. Ia juga pada awalnya sempat menjajakan dagangannya via daring meski memang penjualannya tidak sesignifikan yang ia bayangkan.

"Orang kayaknya sekarang lebih suka yang tampilannya bagus-bagus gitu ya. Ya jadinya emang kalau pedagang kecil kayak kita gini kalah saing ya," ujar Sarah.

Sarah pun menjelaskan tak sedikit dari 40 kios yang ada di Barito, 10 diantaranya memang memutuskan untuk tidak membuka kiosnya sejak awal Ramadhan. "Beberapa lebih memilih buat pulang aja ke kampung, daripada di sini juga nggak bisa diandalkan banget," sambung Sarah.

Sarah mengaku pada Lebaran kali ini, dirinya hanya mampu membungkus penjualan sebesar Rp 35 juta. Jika diitung laba yang ia dapatkan hanya berkisar Rp 20 juta saja. "Itu belum sama bayar pegawai dan ongkos sewa kios ya. Tapi tidak apa, itu juga sudah bersyukur," cerita Sarah.



Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler