Hukum Menggabungkan Puasa Syawal dan Qadha Ramadhan
Para ulama berbeda pendapat terkait hal itu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap Muslim wajib mengganti atau meng-qadha puasa Ramadhan bila sebelumnya terhalang berpuasa di bulan suci tersebut karena uzur syar'i. Namun, bila seorang Muslim menggganti puasa Ramadhan di bulan Syawal dan menggabungkannya dengan niat puasa sunnah Syawal, apa hukumnya?
Para ulama berbeda pendapat terkait hal itu. Mazhab Hanafi berpendapat, jika seseorang menggabungkan niat puasa sunnah dan wajib, maka yang dianggap adalah puasa sunnahnya.
Hal ini karena adanya perbedaan antara puasa wajib dan sunnah, dan ini menimbulkan kelalaian dalam niat orang tersebut. Sehingga, menurut mazhab Hanafi, puasa yang dilakukan menjadi sunnah.
Pendapat kedua datang dari mazhab Maliki, sebagian besar mazhab Syafii, dan Hanbali. Mereka berpendapat, penggabungan niat puasa Syawal dan puasa qadha Ramadhan adalah sah. Dalil yang digunakan adalah apa yang diriwayatkan dari Al-Aswad bin Qais, dari ayahnya, dari Umar bin Khattab.
Sedangkan pendapat ketiga, datang dari sebagian mazhab Syafii dan apa yang diriwayatkan oleh para pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Dalam pendapat ini, tidak boleh menggabungkan niat puasa Syawal dan puasa qadha Ramadhan. Puasa wajibnya, dalam hal ini qadha Ramadhan, menjadi batal karena kurangnya penegasan niat untuk mengganti puasa Ramadhan.
Atas adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama, mantan mufti Mesir yang juga anggota Dewan Ulama Senior Syekh Ali Jum'ah, menyampaikan seorang Muslim boleh menggabungkan niat puasa Syawal dan puasa qadha Ramadhan sehingga yang bersangkutan memperoleh dua pahala.
Meski begitu, Syekh Jum'ah menekankan, "Lebih sempurna dan lebih utama jika kedua puasa tersebut dilakukan secara terpisah." Sebab menurutnya, mendapat pahala ganda bukan berarti memperoleh pahala secara penuh.