Saksi: Uang Rp3 M untuk Hotma Sitompul dari Vendor Bansos
Saksi ungkap uang untuk membayar Hotma Sitompul dikumpulkan dari vendor Bansos.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Biro Umum Kementerian Sosial (Kemensos) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos, Adi Wahyono tak memungkiri adanya aliran fee pengadaan Bansos Covid-19 ke pengacara Hotma Sitompul yang dikumpulkan oleh mantan PPK, Matheus Joko Santoso. Hal ini diungkapkan Adi saat bersaksi untuk terdakwa Juliari Peter Batubara dalam sidang lanjutan perkara suap bansos di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/5).
Awalnya, Adi mengaku dipanggil Menteri Juliari untuk menghadap ke ruangannya. Namun Adi mengaku hal itu terjadi sekitar bulan Juli atau Agustus 2020. "Bulannya agak lupa pak. Intinya saya dipanggil beliau (Menteri Juliari) suruh naik ke lantai 2, disitu sudah ada Hotma dan Ihsan (anak buah Hotma)," kata Adi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saat itu, Juliari meminta Adi menyiapkan uang untuk Hotma Sitompul. Saat meminta disiapkan uang itu, ujar Adi, Juliari mengacungkan 3 jari. Adi mengaku saat itu mengira uang yang harus disediakannya senilai Rp 300 juta. Namun ternyata 3 jari yang dimaksud itu senilai Rp 3 miliar.
"Mas tolong siapkan uang segini (Juliari menyodorkan 3 jari)," kata Adi meniru pernyataan Juliari saat itu.
"Saya pikir Rp 300 juta, ternyata Rp 3 miliar," ditambahkan Adi.
"Kok anda tahu Rp 3 miliar?," tanya jaksa KPK M Nur Azis
"Kan saya tanya pak," jawab Adi.
Setelah itu, Adi keluar dari ruangan Juliari dan menunggu Hotma di bawah untuk menawar angka Rp3 Miliar yang diperuntukan sebagai fee pengacara terkait kasus rehabilitasi sosial tentang kekerasan anak di Direktorat Rehabilitasi Sosial.
"Kasusnya di sana (Direktorat Rehabilitasi Sosial) tapi minta uangnya ke saudara?," cecar jaksa.
"Iya," jawab Adi.
Atas perintah Juliari itu, Adi kemudian mengontak Matheus Joko Santoso. Untuk mengambil dan menyerahkan uang ke Hotma, Adi mengutus Erwin, salah satu penyedia di biro umum. Menurut Adi pemberian uang berlangsung dua tahap.
"(Uang diambil) dari Joko. Ambil uangnya bertahap, 2 kali, Rp 1,5 miliar, Rp 1,5 miliar. Setelah ada perintah ini baru diambil," ujar Adi.
"Apa alasan anda meminta uang kepada Joko?," cecar jaksa.
"Karena Joko yang mengumpulkan uang (fee)," jawab Adi.
Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis dalam persidangan sempat mendalami perintah Juliari tersebut. Kepada hakim Damis, Adi memastikan perintah pembayaran itu datang dari Juliari.
"Siapa yang meminta saudara untuk menyerahkan uang ke pak Hotma?," tanya hakim Damis.
"Pak menteri," jawab Adi.
"Betul?," kata hakim Damis memastikan.
"Betul. Intinya saya disuruh siapkan uang. Saya pikir Rp 300 juta, tahunya Rp 3 miliar," tegas Adi
Setelah permintaan itu, Adi sempat menawar Hotma. Peristiwa itu terjadi setelah keduanya keluar dari ruangan Juliari. Adi menawar lantaran dirasanya uang fee pengacara senilai Rp 3 miliar itu terlalu mahal. Namun, Hotma tidak mengubah harga itu.
"Saudara tawar terlalu mahal, apa kata Hotma?," tanya hakim Damis.
"Enggak pak tetep dia segitu. Karena beliau sudah mengeluarkan beberapa uang operasional," jawab Adi.
Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.
Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar, serta sebesar Rp29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.