Hampir Lengser, Netanyahu Tuding Pemilu Israel Curang
Koalisi pemerintahan baru Israel akan menggulingkan kekuasaan 12 tahun Netanyahu.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Ahad (6/6) menuding koalisi pemerintahan baru Israel adalah bentuk dari kecurangan pemilu terbesar dalam sejarah demokrasi. Koalisi pemerintahan baru Israel sepakat untuk mengambil alih kepemimpinan yang dipegang oleh Netanyahu selama 12 tahun.
"Kami menyaksikan kecurangan pemilu terbesar dalam sejarah negara ini, menurut pendapat saya dalam sejarah demokrasi mana pun," kata Netanyahu.
Sebelumnya, pemimpin oposisi tengah Israel Yair Lapid mengumumkan pada Rabu (2/6) bahwa ia telah berhasil membentuk koalisi pemerintahan setelah pemilihan 23 Maret. Mereka sepakat untuk mengambil alih kepemimpinan yang dipegang oleh Netanyahu selama 12 tahun.
Yair Lapid, seorang sentris dari Partai Yesh Atid (Ada Masa Depan), dan Naftali Bennett, seorang ultranasionalis dari Partai Bennett Yamina (Kanan), mengumumkan kesepakatan itu setelah mereka berhasil menyusun pemerintahan koalisi dengan sejumlah partai dari seluruh spektrum politik. Lapid berhasil mengumpulkan tanda tangan dari tujuh partai yang menandakan kesediaan mereka untuk membentuk koalisi yang akan membentuk pemerintahan baru Israel. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, partai Islamis Arab ikut bergabung dengan koalisi pemerintahan Israel.
Pemerintahan dari koalisi yang baru terbentuk itu terdiri atas berbagai partai. Selain Partai Yesh Atid dan Partai Bennett Yamina, Lapin juga mendapat dukungan dari Partai Israel Beiteinu (Israel Rumah Kita) yang dipimpin oleh Avigdor Lieberman, serta Partai Kahol Lavan (Biru dan Putih) yang dipimpin oleh Benny Gantz. Kemudian, Partai Buruh yang dipimpin oleh Merav Michaeli, partai sosial-demokrat Meretz yang dipimpin oleh Nitzan Horowitz, serta Partai Ra'am (Partai Arab Bersatu) yang dipimpin oleh Mansour Abbas.
Netanyahu menegaskan bahwa koalisi Lapid-Bennett sebagai aliansi kiri akan membahayakan Israel. Dia mengatakan, koalisi tersebut tidak akan mampu melawan Washington atas program nuklir Iran, atau menghadapi kelompok militan Hamas di Gaza yang berperang dengan Israel selama 11 hari pada bulan lalu sebelum gencatan senjata.
"Kami, teman-teman saya dan saya di Likud, kami akan dengan keras menentang pembentukan pemerintah penipuan dan penyerahan yang berbahaya ini," kata Netanyahu.
Beberapa jam setelah Netanyahu melontarkan penolakan koalisi baru, Bennett meminta agar Netanyahu dengan legowo menerima pembentukan pemerintahan baru tersebut. Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Bennett meminta juru bicara parlemen dan loyalis Netanyahu, Yariv Levin, untuk tidak mengulur waktu. Menurut Bennett, parlemen harus mengadakan pemungutan suara pada Rabu pekan ini.
"Lepaskan. Biarkan negara bergerak maju. Tuan Netanyahu, jangan tinggalkan bumi hangus di belakang Anda. Kami semua, seluruh bangsa, ingin untuk mengingat kebaikan yang Anda lakukan selama pelayanan Anda," ujar Bennett.
Sebelum ada kesepakatan untuk membentuk pemerintahan baru, Bennett telah berjanji bahwa dia tidak akan bergabung dengan Lapid atau partai Arab mana pun dalam koalisi. Sejak Bennett mengumumkan bergabung dengan Lapid, dinas keamanan telah meningkatkan perlindungan.
Aksi demonstrasi sayap kanan digelar di dekat rumah anggota partai Bennett. Para demonstran mengajukan seruan agar Bennett tidak bergabung dengan koalisi Lapid. Bennett akan mengisi posisi perdana menteri selama dua tahun. Setelah itu, jabatan itu bakal diemban dengan Lapid.
Lapid dan Bennett mengatakan mereka berharap pemerintahan baru dapat menyembuhkan perpecahan politik yang mendalam di antara orang Israel, dan mengakhiri kebencian. Sebuah jajak pendapat oleh televisi Israel N12's Meet the Press pada Sabtu menunjukkan bahwa 46 persen orang Israel mendukung pemerintah Bennett-Lapid, sementara 38 persen memilih untuk menunggu pemilihan umum yang kelima dalam waktu sekitar dua tahun. Sebanyak 15 persen lainnya tidak menyatakan preferensi.
Kepala dinas intelijen Israel Shin Bet, Nadav Argaman, telah mengeluarkan peringatan pada Sabtu (5/6) tentang kemungkinan terjadinya kekerasan dalam periode transisi politik. Argaman meminta para pemimpin politik dan agama untuk menunjukkan tanggung jawab dalam meredam potensi hasutan. Peringatan Argaman mengingatkan dengan insiden pembunuhan perdana menteri Yitzhak Rabin pada 1995. Rabin ditembak oleh seorang ultranasionalis Yahudi karena mengejar kesepakatan untuk perdamaian dengan Palestina.
"Kami baru-baru ini mengidentifikasi peningkatan wacana kekerasan dan hasutan yang semakin ekstrem, terutama di jejaring sosial. Wacana ini dapat ditafsirkan di antara kelompok atau individu tertentu, sebagai salah satu yang mengizinkan aktivitas kekerasan dan ilegal yang bahkan dapat menyebabkan kerusakan fisik," ujar Argaman.