Filosofi Hidup Pak Harto yang Dikenang Mbak Tutut

Di masa hidupnya , Soeharto menggagas dibangunnya 999 masjid di seluruh Indonesia.

Republika/Putra M. Akbar
Putri dari Presiden Soeharto Titiek Soeharto (kedua kiri) dan Siti Hardjianti Rukmana (kanan) memberikan buku kepada Ketua MPR bambang Soesatyo (ketiga kiri), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (keempat kiri), Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (kedua kanan) dan Mantan Ketua DPR RI Akbar Tandjung (ketiga kanan) saat menghadiri acara peringatan 100 tahun kelahiran Presiden RI kedua Soeharto di Masjid At-Tin, Jakarta, Selasa (8/6). Acara peringatan tersebut dilakukan untuk memanjatkan doa bersama untuk almarhum Presiden RI kedua Soeharto yang dilakukan secara offline dan online di seratus masjid di sejumlah wilayah Indonesia. Republika/Putra M. Akbar
Rep: Uji Sukma Medianti Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ke-2 RI, Soeharto, jika panjang umur tepat berusia seabad hari ini, Selasa 8 Juni 2021. Ia meninggalkan enam putra putri yang rupawan. 

Baca Juga


Putri sulung Soeharto dan Raden Ayu Hartinah Siti Hardijanti Rukmana, atau kerap disapa Tutut, mengingat betapa sang ayah kerap memegang  filosofi Tri Dharma Mangkunegaran dalam hidupnya. Sebuah doktrin Pangeran Sambernyowo, leluhur keluarganya dalam menumbuhkan rasa cinta rakyat kepada bangsa.

"Doktrin itu dikenal dengan ’Tri Dharma,’ yaitu Melu Handarbeni, Melu Hangrungkebi, Mulat Sariro Hangrosowani," terang Tutut dalam Acara 100 Tahun Soeharto, di Masjid Agung At-Tin, Selasa (8/6). "Sebagai rakyat harus tumbuh rasa ikut memiliki Melu Handarbeni terhadap bangsa kita yang besar ini," lanjutnya.

Untuk itu, kata Tutut, wawasan kebangsaan harus dimiliki secara mendalam. “Jika sudah tumbuh rasa memiliki, maka akan tumbuh tanggung jawab membela dan menjaga bangsa ini serta memajukannya melu hangrungkebi untuk kesejahteraan bersama. Dengan kata lain memiliki tanggung jawab kebangsaan,” ujar Tutut.

Salah satu pesan Soeharto pada anak-anaknya adalah kewajiban moral manusia mencapai harmoni (keselarasan). “Seseorang bisa mencapai kawruh bejo harus melalui beberapa tahap di antaranya yang terpenting ialah mulat saliro, artinya mawas diri, tahu jati diri pribadi,” ungkap Tutut mengutip pesan ayahnya.

Seoharto, yang lahir di Desa Kemusuk Yogyakarta. Meski langkah Soeharto selalu dilandasi kedisiplinan yang tinggi sesuai jiwa kemiliteran yang mengalir sejak usia muda, ia tumbuh dan dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah. 

Ia juga menggagas dibangunnya 999 masjid di seluruh Indonesia. Pembangunan masjid ini, dilakukan melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Tutut mengajak semua pihak untuk memanjatkan doa bagi almarhum dan almarhumah kedua orangtuanya. Acara itu, diikuti sekitar 750 orang jamaah Masjid At-Tin, serta pengurus dan jamaah 170 Masjid Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila di seluruh Indonesia.

Acara peringatan haul itu juga dihadiri tokoh-tokoh penting. Di antaranya Ketua MPR Bambang Soesatyo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. KH. Nasaruddin Umar, Din Syamsudin, Akbar Tanjung dan juga Sri Edi Swasono. Selain doa dan yasin, acara ini juga disertai dengan pemberian santunan untuk 3.500 anak yatim piatu, yang diberikan secara simbolik kepada 25 perwakilan anak yatim piatu.

 


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler