Muslim di Kingston: Islamofobia Telah Mengakar di Kanada
Komunitas Muslim Kanada meminta pemerintah melakukan banyak upaya melindungi mereka.
REPUBLIKA.CO.ID, ONTARIO -- Serangan anti-Islam yang telah menewaskan keluarga Muslim di kota London, Ontario, Kanada, telah menuai keprihatinan banyak pihak. Rasa dan ungkapan belasungkawa juga datang dari komunitas Muslim di Kingston, kota di Ontario Timur.
Masyarakat Islam Kingston dan juga di seluruh negeri meminta pemerintah untuk melakukan lebih banyak upaya untuk melindungi mereka. Seruan itu salah satunya disampaikan oleh Imam Abubakar Mulla.
"Semua kehidupan adalah suci, dan ketika nyawa tak berdosa diambil, maka pemerintah setempat kami, serta pemerintah federal kami, Perdana Menteri kami yang terhormat Justin Trudeaum, kita perlu mengambil sikap yang lebih kuat daripada hanya sekedar pernyataan dan kecaman," kata Imam Mulla, dilansir di Global News, Rabu (9/6).
Imam Mulla mengungkapkan bahwa ia ingin pergi jalan di jalan-jalan Kingston dan di manapun, dan merasa aman sebagai seorang Muslim. Empat dari lima anggota keluarga Muslim tidak selamat dari serangan itu. Sementara seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun terluka parah dan kini tengah menjalani pemulihan di rumah sakit.
Polisi kota London mengatakan, ada bukti bahwa serangan tersebut direncanakan dan dimotivasi oleh kebencian. Direktur School of Religion di Queen's University, Adnan Husain, ikut menyelenggarakan salah satu perkuliahan pertama di Kanada yang didedikasikan untuk Islamofobia.
Dia mengatakan bahwa ketakutan, atau kebencian terhadap orang-orang Muslim di Kanada, dan di Kingston khususnya, sudah berlangsung lama.
"Untuk mengatasi dan meredakan situasi (Islamofobia) dan menghapusnya dari masyarakat, kita harus benar-benar mengakui bahwa sejarah yang lebih panjang dan melakukan lebih banyak pendidikan dan menempatkan institusi dan praktik-praktik untuk menghilangkannya," kata Husain.
Husain mengatakan bahwa diskriminasi sering dilihat sebagai bagian di mana Kanada secara signifikan lebih baik daripada Amerika Serikat, tetapi dijelaskan bahwa Islamofobia menyerang dekat dengan rumah.
"Meskipun kami belum mengalami tragedi, syukurlah, sebagai bencana besar, proporsi kekerasan seperti yang telah kita lihat di Kota Quebec, dan sekarang di London, kenyataannya adalah bahwa Islamofobia adalah bentuk pengucilan dan diskriminasi yang dialami setiap hari. Itu terjadi terutama pada wanita Muslim yang berhijab, atau Muslim lain yang terlihat taat," kata Husain.
Dia menjelaskan bahwa diskriminasi terhadap Muslim tidak selalu terbukti seperti serangan di London. Hal ini juga dapat ditampilkan dengan cara seperti layanan yang buruk di restoran atau saat berbelanja, atau tidak diberikan akses yang sama untuk kesempatan kerja.
"Kami memiliki kasus di mana orang telah dilecehkan. Wanita Muslim, mahasiswa di kampus telah menghadapi pelecehan di jalan-jalan Kingston dengan julukan anti-Muslim yang rasis. Mantan presiden AMS secara politis dihidupkan oleh tindakan anti-Muslim termasuk perusakan ruang sholat Muslim," tambah Husain.
Husain mengatakan, bahwa serangan di London sangat meresahkan karena orang-orang di masa lalu menargetkan tempat-tempat ibadah di mana umat Islam berkumpul. Hal itu menurutnya adalah langkah yang lebih berani karena keluarga itu merasa terkurung saat pergi jalan-jalan.
Kurator pendamping kursus tersebut, profesor Ariel Salzmann mengatakan bahwa Statistik Kanada tidak secara jelas menguraikan apa itu diskriminasi terhadap Muslim, karena itu kejahatan rasial terhadap Muslim tidak dilacak dengan benar. Kejahatan kebencian dipecah menjadi tiga kategori di situs statistik nasional, yakni ras, agama, dan seksualitas.
Salzmann mengatakan bahwa sering kali, Muslim menyeberang ke beberapa kategori sekaligus, jadi sulit untuk didokumentasikan dengan benar. Menurutnya, tanpa klasifikasi dan pengumpulan data yang benar, mereka tidak tahu seberapa luas penyebarannya.
Salzmann menjelaskan, bahwa tindakan melawan Islamofobia terlihat seperti survei dan dokumentasi yang tepat dari pengalaman hidup yang dibagikan Muslim di Kanada, sehingga sejarah itu tidak memiliki kesempatan untuk terulang kembali.
"Kita harus mengakui bahwa sentimen anti-Muslim di masa lalu sangat kuno, sangat dalam di peradaban Barat, dan kedua, sekarang menjadi fenomena global," kata Salzmann.