Studi: Diet Nabati Dapat Turunkan Risiko Parah Covid-19
Pelaku diet nabati 73 persen lebih kecil kemungkinannya untuk sakit Covid-19 parah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 menuntut orang untuk lebih memerhatikan kesehatan. Memilih asupan termasuk bagian dari upaya menjaga kesehatan sekaligus memelihara kekebalan tubuh.
Saat ini, mengurangi konsumsi daging atau menjadi vegetarian juga sudah menjadi pilihan banyak orang. Para peneliti juga telah mengungkapkan hubungan antara diet dan Covid-19.
Studi menunjukkan pola makan atau diet nabati memiliki 73 persen lebih kecil kemungkinan untuk sakit Covid-19 parah dibandingkan dengan mereka yang memilih asupan hewani. Sementara itu, pescatarian,yang sumber protein utamanya adalah boga bahari, memiliki risiko 59 persen lebih rendah.
Hal itu terungkap dari studi yang diterbitkan dalam BMJ Nutrition, Prevention & Health. Temuan didasarkan pada kuesioner kepada total 2.884 orang petugas kesehatan dari enam negara Eropa. Sebanyak 568 di antaranya telah mengonfirmasi kasus penyakit akibat infeksi SARS-CoV-2 pada tahun sebelumnya.
Di antara kasus-kasus itu, 138 peserta mengaku, menderita gejala sedang hingga berat. Sementara itu, 430 lainnya mengalami efek ringan dari penyakit pernapasan tersebut.
Rincian mengenai kebiasaan makan peserta juga dimasukkan dalam survei yang memiliki 10 kategori diet. Diet itu ialah diet "whole food", diet keto, diet Mediterania, diet Paleolitik, diet rendah lemak, diet rendah karbohidrat, dan diet tinggi protein.
Di samping itu, disertakan pula opsi bagi pelaku pola makan nabati/vegan, pola makan vegetarian, dan pola makan pescatarian yang menghilangkan daging merah dan putih. "Lainnya" juga dijadikan pilihan.
Dari mereka yang jatuh sakit, hanya 41 yang mengaku menjalani pola makan nabati, sementara 46 lainnya adalah pescatarian. Sisanya 481 telah menjalani beberapa bentuk rejimen pola makan yang termasuk hewan ternak dan unggas.
"Hasil kami menunjukkan bahwa diet sehat yang kaya akan makanan padat nutrisi dapat dipertimbangkan untuk perlindungan terhadap Covid-19 yang parah," kata penulis studi dalam siaran pers, dilansir Fox News, Kamis (10/6).
Belum jelas apakah pemakan nabati berpotensi mengalami kondisi lebih baik selama pandemi dibandingkan pengonsumsi unggas. Sebab studi dianggap hanya dapat menunjukkan hubungan antara kelompok dan penyakit Covid-19 yang parah. Menurut McAuliffe, studi menyoroti perlunya studi prospektif yang dirancang lebih baik tentang hubungan antara diet, status gizi, dan keparahan Covid-19.
“Jadi masih diperlukan kehati-hatian dalam interpretasi temuan," kata wakil ketua NNedPro Nutrition and Covid-19 Taskforce Inggris, Shane McAuliffe, dalam pernyataan terpisah yang dilampirkan pada siaran pers.