China: Skema Pembangunan Infrastruktur G7 Ketinggalan Zaman

G7 menginisiasi sebuah rencana infrastruktur yang dapat menyaingi China

ABC News
Bendera China.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China pada Ahad (13/6) mengkritik skema pembangunan infrastruktur yang diinisiasi oleh negara-negara kelompok G7. China memperingatkan bahwa, sekelompok negara yang memutuskan nasib dunia adalah praktik pada masa lalu.

Baca Juga


"Hari-hari ketika keputusan global didikte oleh sekelompok kecil negara sudah lama berlalu," kata juru bicara kedutaan besar China di London.

"Kami selalu percaya bahwa negara, besar atau kecil, kuat atau lemah, miskin atau kaya, adalah sama, dan bahwa urusan dunia harus ditangani melalui konsultasi oleh semua negara," ujar juru bicara itu.

Negara-negara kaya yang tergabung dalam kelompok G7 pada Sabtu (12/6) menginisiasi sebuah rencana infrastruktur yang dapat menyaingi skema Belt and Road Initiative (BRI), yang diusung oleh Presiden China Xi Jinping. Negara kelompok G7 sepakat untuk mengusung inisiatif Build Back Better World (B3W), sebagai langkah untuk menghadapi kebangkitan ekonomi dan militer China selama 40 tahun terakhir.

Skema B3W akan memberikan kemitraan infrastruktur yang transparan senilai 40 triliun dolar AS pada 2035. Gedung Putih mengatakan, G7 dan sekutunya akan menggunakan inisiatif B3W untuk memobilisasi modal sektor swasta di berbagai bidang seperti iklim, kesehatan dan keamanan kesehatan, teknologi digital, serta kesetaraan dan kesetaraan gender.

"Ini bukan hanya tentang menghadapi atau menghadapi China," kata seorang pejabat senior dalam pemerintahan Biden.  

"Tapi sampai sekarang kami belum menawarkan alternatif positif yang mencerminkan nilai-nilai kami, standar kami dan cara kami melakukan bisnis," ujar pejabat tersebut menambahkan.

Amerika Serikat (AS) mengatakan ada konsensus G7 mengenai perlunya pendekatan bersama ke China, terkait perdagangan dan hak asasi manusia. Para pemimpin G7 yang terdiri dari AS Kanada, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, dan Jepang ingin menunjukkan kepada dunia bahwa, negara-negara demokrasi terkaya dapat menawarkan alternatif bagi pengaruh China yang semakin besar.

Kebangkitan China sebagai kekuatan global terkemuka dianggap sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan. Pada 1979, China memiliki ekonomi yang lebih kecil dari Italia. China bangkit menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia dan pemimpin global dalam teknologi baru, setelah membuka investasi asing dan memperkenalkan reformasi pasar.

 

Menurut database Refinitiv, pada pertengahan tahun lalu, BRI mencatat lebih dari 2.600 proyek senilai 3,7 triliun dolar AS. Kementerian Luar Negeri China mengatakan, Juni lalu sekitar 20 persen proyek pembanguna infrastruktur di bawah skema BRI telah terkena dampak pandemi Covid-19. Sebagai bagian dari rencana G7, AS akan bekerja dengan Kongres untuk melengkapi pembiayaan pembangunan, dan secara kolektif mengkatalisasi ratusan miliar dolar investasi ke sektor infrastruktur.

Skema BRI diluncurkan oleh Xi pada 2013. Skema ini melibatkan inisiatif pembangunan dan investasi yang akan membentang dari Asia hingga Eropa dan sekitarnya. Lebih dari 100 negara telah menandatangani perjanjian dengan China untuk bekerja sama dalam proyek-proyek BRI seperti pembangunan jalur kereta api, pelabuhan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya.

BRI merupakan inisiatif Xi untuk membuat versi modern dari rute perdagangan Jalur Sutra kuno yang menghubungkan China dengan Asia, Eropa dan sekitarnya. Para kritikus menilai skema ini merupakan kendaraan untuk ekspansi Komunis China.  

Beijing telah berulang kali membalas apa upaya Barat untuk menekan China. Pemerintah China mengatakan, banyak kekuatan besar masih dicengkeram oleh pola pikir kekaisaran yang ketinggalan zaman setelah bertahun-tahun mempermalukan China. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler