Legislator Nilai Kejagung Terkesan Jadi Alat Penguasa

Dewan akan meminta penjelasan Kejagung terhadap pihak yang kerap disebut oposisi.

Republika/Febrianto Adi Saputro
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arsul Sani melihat adanya disparitas atau perbedaan dalam penanganan perkara orang-orang yang berada di luar pemerintahan. Kondisi ini sehingga membuat publik menilai, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) terkesan menjadi alat bagi penguasa.


"Kejaksaan Agung juga dalam tanda kutip tidak lagi murni menjadi alat negara yang melakukan penegakan hukum, tetapi juga menjadi alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum," ujar Arsul dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (14/6).

Hal ini terjadi kepada mantan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dan Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan. Perkara kedua orang tersebut dituntut maksimal oleh kejaksaan.

"Tuntutannya beda kalau yang melakukan adalah bukan orang-orang yang dalam tanda kutip posisi politiknya berseberangan dengan pemerintah atau dengan penguasa," ujar Arsul.

Dia meminta, penjelasan Kejagung ihwal penanganan perkara terhadap pihak-pihak yang kerap disebut sebagai oposisi. Di tengah sikap lembaga yang dipimpin oleh Burhanuddin dalam menerapkan restorative justice.

"Ini jadi kritik yang cukup luas di masyarakat, apalagi kemudian kritik ini dikaitkan misalnya dengan vonis yang dijatuhkan. Perkara Syahganda Nainggolan setahu saya dituntut enam tahun, tetapi divonisnya 10 bulan," ujar Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Diketahui, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan divonis 10 bulan penjara. Syahganda dinyatakan, terbukti menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan terkait omnibus law Undang-Undang tentang Cipta Kerja.

Sedangkan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis denda kepada Habib Rizieq Shihab Rp 20 juta terkait kasus kerumunan massa di Megamendung, Kabupaten Bogor, pada 13 November 2020. Jika tidak dibayar, akan dihukum pidana penjara lima bulan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler