Hilton akan Bangun Hotel di Lahan Masjid di Xinjiang

Pejabat China akan menghancurkan sebuah masjid untuk keperluan pembangunan hotel

ANTARA/M. Irfan Ilmie
Sejumlah jurnalis asing memotret gedung perkantoran terpadu milik Pemerintah Kota Turban, Daerah Otonomi Xinjiang, China, Jumat (23/4/2021). Pemerintah China membantah klaim asing berdasarkan citra satelit yang menyebutkan bahwa gedung tersebut merupakan penjara bagi warga dari kelompok etnis minoritas Muslim Uighur.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mendesak Hilton Worldwide Holdings untuk membatalkan rencana pembangunan sebuah hotel di wilayah Xinjiang, China. Rencananya, para pejabat China akan menghancurkan sebuah masjid untuk keperluan pembangunan hotel tersebut.

“Gagasan bahwa sebuah perusahaan akan melakukan bisnis di tempat yang sedang terjadi genosida sangat tidak dapat dipercaya,” ujar Wakil Direktur Nasional CAIR Edward Ahmed Mitchell dilansir Aljazirah, Rabu (16/6).

"Hilton dapat membangun hotel dan terlibat dalam genosida atau dapat membatalkan hotel dan membantu menghentikan genosida,” kata Mitchell menambahkan.

Surat kabar Inggris The Telegraph pada Ahad (13/6) melaporkan China berencana untuk membangun pusat komersial baru yang mencakup hotel Hilton di atas tanah masjid. Hingga berita ini diturunkan, Hilton Worldwide Holdings yang berbasis di Virginia tidak menanggapi permintaan komentar.

CAIR, yang merupakan organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim terbesar di AS, memuji sikap Biden yang lebih keras terhadap pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang China.
Pemerintahan Biden juga mengangkat masalah hak asasi manusia di China dalam KTT Kelompok Tujuh (G7) pekan lalu di Inggris. Mitchell mengatakan bisnis juga memiliki peran penting dalam mengambil sikap.

“China adalah negara adidaya  dan tidak ada yang akan berperang karena hak asasi manusia,” kata Mitchell.  

“Satu-satunya orang yang dapat melakukan sesuatu tentang ini adalah Amerika Serikat dan perusahaan besar. Korporasi memiliki peran besar untuk dimainkan dalam menghentikan genosida ini," terang Mitchell.

Pada April lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengutuk China atas tindakan genosida terhadap Muslim Uighur dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Dia juga mendesak perusahaan-perusahaan AS untuk menolak melakukan bisnis di wilayah tersebut.

“Hilton berbasis di Amerika Serikat, tetapi tampaknya mengabaikan pengakuan resmi pemerintah AS terhadap China yang melakukan genosida terhadap Muslim Uighur dan minoritas Turki lainnya,” ujar Direktur Urusan Pemerintah CAIR, Robert S McCaw.

Baca Juga


PBB dan pemerintahan Presiden AS Joe Biden menuduh China melakukan genosida terhadap Muslim Uighur. Laporan Amnesty International belum lama menyebut situasi di lapangan di Xinjiang sebagai “pemandangan neraka dystopian”. Laporan itu merinci bagaimana kelompok-kelompok minoritas telah dipaksa untuk meninggalkan tradisi, bahasa, dan budaya agama mereka.

Dalam laporannya yang berjudul Like We We Were Enemies in a War: China’s Mass Internment, Torture, and Persecution of Muslims in Xinjiang, Amnesty International merinci pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap warga Uighur. Amnesty International menemukan bahwa ratusan ribu pria dan wanita Muslim telah dikirim ke penjara atau kamp interniran di mana mereka menjadi sasaran penyiksaan fisik dan psikologis.

Selain itu, China telah menjadikan Muslim Xinjiang sebagai sasaran pengawasan massal yang sistematis. Hal ini menjadikan mereka menjadi populasi yang diawasi paling di dunia.

Kelompok etnis Muslim dipaksa untuk meninggalkan tradisi agama, praktik budaya, dan bahasa lokal mereka. Amnesty International juga membagikan kesaksian 50 mantan tahanan kamp interniran di Xinjiang.

“Pihak berwenang China telah menciptakan pemandangan neraka dystopian dalam skala yang mengejutkan di Xinjiang. Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya menghadapi kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia serius lainnya,” ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler