Alasan Mengapa Ilmu Agama Penting Menurut Kiai Miftah Tegal
Kiai Miftah mempersilakan belajar ilmu non agama asal tak tinggalkan ilmu agama
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kiai MIftah Tegal Dikenal sebagai salah seorang komandan santri dari Pondok Pesantren Lirboyo yang pernah ikut serta bertempur melawan Belanda pada 10 November 1945 di Surabaya yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Semasa hidupnya Kiai Miftah Tegal sempat menyampaikan beberapa pesan dan pandangannya terkait ilmu agama. Menurut dia, orang boleh belajar apa saja asal tidak bertentangan dengan syariat Islam, baik ilmu matematika, ekonomi, politik, dan bahkan ilmu yang berkaitan dengan nuklir sekalipun.
Namun, Kiai Miftah mengingatkan agar umat Islam tidak meninggalkan ilmu agama. Karena, menurut dia, ilmu apa saja yang dijiwai agama akan membawa kemaslahatan umat. Sebaliknya, ilmu apapun yang tidak dijiwai ilmu agama akan membawa kemudharatan dan kerusakan di atas muka bumi.
Karena itu, jauh-jauh hari sebelum lembaga pendidikan umum didirikan bersama tokoh masyarakat, Kiai Miftah selalu berpesan agar tidak meninggalkan pelajaran agama. Baginya, siswa yang belajar di pendidikan umum sangat perlu untuk dibekali ilmu agama.
Selama hidupnya, Kiai Miftah dikenal sebagai kiai yang suka bersilaturahim, zuhud, meluangkan waktu bertafakkur terhadap kekuasaan Allah SWT, menghargai dan menghormati yang lebih muda, tidak banyak bicara kecuali yang bermanfaat, tawaduk, dan menerapkan pola hidup sederhana.
Rois Syuriah PCNU Kabupaten Tegal, KH Hambali Usman mengatakan, Kiai Miftah adalah orang yang santun dan tak banyak bicara, tapi sekali bicara bermanfaat dan mengandung mutiara hikmah.
Kebanyakan ulama pewaris nabi memang mempunyai sifat pendiam seperti itu. Artinya, ia akan diam kalau memang tak perlu berbicara.
Dalam bukunya yang berjudul "Kiai Miftah Tegal", Abdul Fatah menjelaskan, Kiai Miftah memang tak banyak bicara bila tak diperlukan. Namun, ketika ditanya hukum agama, ia mampu menjelaskannya secara gamblang. Ketika ditanya soal hukum Islam, biasanya Kiai Miftah akan membuka kitab untuk ditunjukkan kepada si penanya. Hal ini untuk menunjukkan bahwa fatwanya tidak asal-asalan, tapi ada dasar pengambilannya.
Saat diam, Kiai Miftah juga selalu berusaha mengingat Allah Swt. Dia membaca wirid dan berdzikir kepada Allah. Memang mulutnya kelihatan diam, tapi wirid dan dzikrullah selalu menempel padanya.
Walaupun Kiai Miftah merupakan sosok ulama yang alim dan menguasai berbagai bidang ilmu keislaman, seperti fikih, tauhid, tasawuf, ilmu falak, dan ilmu alat, tapi kedalaman ilmunya juga tidak menjadikannya sombong. Sebaliknya, ia justru lebih tawaduk, rendah hati, dan merasa belum alim.
Banyak yang bisa diteladani dari sosok Kiai Miftah. Apalagi, di zaman sekarang ini banyak orang yang baru alim sedikit dan berjasa pada umat, sudah merasa paling hebat dan merasa ditokohkan. Bahkan, menuntut orang lain untuk menghormatinya.