Taliban Diprediksi Kuasai Afghanistan Usai Pasukan AS Pulang
Pemerintah Afghanistan diprediksi hanya bertahan selama dua tahun setelah AS keluar.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) pada Rabu (23/6) melaporkan bahwa pemerintah Afghanistan akan jatuh ke tangan Taliban, sekitar enam bulan setelah pasukan AS menarik diri dari negara tersebut. Laporan itu diperoleh secara eksklusif oleh Wall Street Journal.
Pasukan pemerintah Afghanistan saat ini terlibat dalam pertempuran sengit dengan Taliban di kota utama Kunduz di utara. Pertemputan terjadi setelah Taliban merebut perbatasan utama dengan Tajikistan. Pertempuran sengit juga berlangsung di pinggiran Mazar-i-Sharif, yang merupakan kota terbesar keempat di Afghanistan.
Dalam seminggu terakhir telah terlihat beberapa penyerahan pasukan Afghanistan kepada Taliban melalui foto dan video yang beredar di media sosial. Dalam video itu menunjukkan bahwa, Taliban telah menyita persediaan besar perangkat keras dan kendaraan militer.
Di tengah perkembangan yang terjadi, komunitas intelijen menurunkan penilaian sebelumnya bahwa pemerintah Afghanistan akan bertahan selama dua tahun setelah AS keluar. Para pejabat mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa dalam kurun waktu enam bulan hingga satu tahun setelah AS pergi, Afghanistan akan kembali ke tangan Taliban.
Ketua Kepala Staf Gabungan, Mark Milley mengatakan, ada 81 pusat distrik dari 419 pusat distrik yang saat ini berada di bawah kendali Taliban. "Tidak ada ibu kota provinsi yang berada di bawah kendali Taliban, dan ada 34 di antaranya," kata Milley.
"Memang benar bahwa Taliban membidik dan menjarah pos-pos, dan sebagainya dan mereka telah merebut beberapa pusat distrik. Enam puluh persen dari 81 ditangkap tahun lalu, dan yang lainnya sejak sekitar dua bulan terakhir," ujar Milley menambahkan, dilansir Anadolu Agency, Kamis (24/6).
Milley menegaskan bahwa militer terus memantau perkembangannya. Presiden AS Joe Biden dijadwalkan bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Ketua Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional Afghanistan Abdullah Abdullah, di Gedung Putih pada Jumat (25/6) untuk membahas situasi tersebut.
"Kunjungan Presiden Ghani dan Abdullah akan menyoroti kemitraan abadi antara Amerika Serikat dan Afghanistan, saat penarikan militer berlanjut," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Gedung Putih menambahkan, Washington berkomitmen untuk mendukung rakyat Afghanistan dengan memberikan bantuan diplomatik, ekonomi dan kemanusiaan. Selain itu, AS juga akan memastikan bahwa Afghanistan tidak lagi menjadi sarang bagi kelompol teroris.
"Amerika Serikat akan tetap terlibat secara mendalam dengan Pemerintah Afghanistan untuk memastikan kelompok teroris tidak lagi berada di negara itu," kata Gedung Putih.
Pertemuan antara Biden dan Ghani terjadi ketika pertempuran antara pasukan keamanan Afghanistan dan Taliban meningkat. Serangan semakin melonjak sejak Biden mengumumkan bahwa semua pasukan AS di Afghanistan akan ditarik sebelum 11 September.
Taliban telah melakukan kampanye selama berbulan-bulan untuk memperluas pengaruhnya di seluruh Afghanistan. Hal ini dilakukan ketika AS mulai menarik pasukan dan menutup beberapa pangkalan, serta menyerahkannya kepada pemerintah Afghanistan.
Penarikan pasukan AS dimulai pada 1 Mei hingga 11 September. Sejak AS mengumumkan rencana untuk menarik semua pasukan setidaknya 30 distrik di Afghanistan telah direbut oleh Taliban.