Kala Nakes Curi-curi Tidur di Tengah 'Gempuran' Pasien Covid
Pasien Covid yang terus berdatangan tanpa henti membuat tenaga kesehatan kelelahan.
REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Gempuran pasien positif Covid-19 di Kota Kediri, Jawa Timur, yang semakin tinggi lagi membuat tenaga kesehatan dan medis harus berjuang ekstra keras. Tak ayal penumpukan pasien semakin membuat tenaga kesehatan kelelahan.
Sejak awal pandemi Covid-19 yang terjadi, pasien Covid-19 memang datang silih berganti ke rumah sakit rujukan di Kota Kediri. Bukan hanya warga Kota Kediri, banyak juga pasien dari luar kota dirujuk untuk dirawat di rumah sakit ini.
RSUD Gambiran Kota Kediri adalah salah satu dari beberapa rumah sakit rujukan untuk pasien Covid-19. Rumah sakit ini merawat pasien dengan gejala berat. Ritme kasus yang naik turun tetap membuat tenaga medis juga harus tetap melakukan tugasnya.
Meningkatnya kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir, membuat seolah pasien yang datang tak ada habisnya, bahkan hingga terjadi penumpukan. Hal ini membuat tenaga medis yang sudah bekerja ekstra keras semakin kelelahan.
"Pasien datang tidak berhenti, akhirnya terjadi penumpukan di IGD. Itu yang membuat kami stres. Pasien yang datang duluan belum dapat kamar, sudah ada lagi pasien baru," kata Kepala Ruang IGD RSUD Gambiran Kota Kediri Gigih di Kediri, Kamis (1/7).
Secara kapasitas, di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Gambiran Kota Kediri hanya tersedia 18 tempat tidur. Namun sejak terjadi lonjakan kasus Covid-19 dalam dua pekan terakhir, jumlah pasien yang datang tak kurang dari 30 orang setiap hari.
Manajemen RSUD Gambiran Kota Kediri sebenarnya telah menambah jumlah tenaga kesehatan untuk menangani pasien. Nyatanya mereka tetap kewalahan. Saat ini tak kurang dari 34 perawat dan bidan, serta 20 dokter telah disiagakan.
Mereka bekerja secara bergilir di rumah sakit rujukan Covid-19 ini. Bukan tanpa risiko para tenaga medis itu bekerja. Merawat pasien bukan tidak mungkin membuat mereka ikut terpapar. Itu karena penularan Covid-19 cepat.
Bagi Gigih, terpapar penyakit memang menjadi risiko yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Rumah sakit adalah tempat merawat orang dengan beragam sakitnya, termasuk Covid-19.
"Satu sisi kami harus melayani pasien dengan baik. Di sisi lain kami juga menjaga diri agar tidak terpapar. Satu tenaga medis sangat berarti dalam situai seperti ini, jangan sampai ada yang sakit," kata Gigih.
Gigih menceritakan, pasien yang datang ke RSUD Gambiran pun dalam kondisi beragam, mulai dari yang bergejala ringan hingga berat. Ia mengungkapkan, sebagian besar dari mereka memiliki gejala batuk, kehilangan indra penciuman, hingga sesak nafas dengan saturasi oksigen yang rendah.
Saturasi oksigen atau kadar oksigen para pasien juga beragam. Namun, dalam kurun waktu akhir-akhir ini, saturasi pasien dalam kondisi tidak bagus, di bawah 90 dengan frekuensi nafas lebih dari 30.
Ia mengatakan, bukan tanpa beban menghadapi pasien dengan gejala seperti itu. Sebagai tenaga medis, sudah menjadi tugasnya agar pasien yang datang dirawat dengan baik bahkan bisa selamat. Jika mendapati pasien dengan kondisi tidak bagus, yang bisa dilakukan oleh tenaga medis adalah berusaha saling menguatkan.
Gempuran pasien Covid-19, membuat para tenaga medis pun akhirnya kelelahan, dan tak ayal membuat stamina mereka drop. Bila sudah begini, yang dilakukan tenaga medis adalah saling memberi kesempatan rekannya untuk beristirahat jika benar-benar tak mampu lagi bekerja.
Ya, tubuh memang harus istirahat jika rasa capai tak tertahankan. Hanya dengan istirahat stamina akan kembali pulih. Menjadi tenaga medis memang harus bisa menjaga diri dan orang lain.
Dalam merawat pasien Covid-19 terdapat standar operasional prosedur (SOP) yang cukup ketat. Mereka harus mengenakan alat perlindungan diri (APD) berlapis. Hal ini saja sudah membuat stamina terkuras, karena tubuh gerah dan berkeringat.
Selain itu, untuk mencegah penularan virus kepada orang lain, pasien yang datang dan diisolasi juga tidak boleh ditemani anggota keluarga, sehingga seluruh kebutuhan pasien dilayani oleh tenaga medis seperti menyuapi makan hingga membersihkan diri. Jika Lelah dan mengantuk tak lagi bisa ditahan, para tenaga medis tersebut sering mencuri kesempatan untuk tidur di mana saja, mulai di meja bahkan hingga bersembunyi di dalam lemari besar IGD.
"Di IGD ada lemari besar, kami sembunyi di dalam. Curi-curi waktu untuk duduk atau sekedar bersandar. Kadang tak terasa sampai tertidur sebentar. Lelah, kami sangat lelah," ujar Gigih.
Di tengah tekanan fisik dan psikis yang sangat besar, tak jarang mereka masih menghadapi permintaan keluarga pasien yang bertentangan dengan aturan. Juga tudingan 'sengaja dicovidkan' dari keluarga pasien yang membuat semangat mereka turun.
Direktur RSUD Gambiran Kota Kediri dokter Fauzan Adima menjelaskan tentang stigma tersebut tidak bisa dipungkiri masih berkembang di masyarakat. Pemahaman yang berbeda tentang Covid 19 membuat masyarakat sering menyepelekan keberadaan virus berbahaya ini .Namun, Fauzan yang juga Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri itu menegaskan bahwa pihaknya tetap berpegang teguh pada standar penanganan pasien Covid-19.
Hal itu dari hasil pemeriksaan pasien. Tim medis pun menggunakan tes usap untuk memeriksa apakah terpapar Covid-19 atau tidak.
"Kalau memang menunjukkan adanya virus dari hasil pemeriksaan laboratorium, ya kami sebut Covid-19. Kalau bukan ya, bukan. Kalau boleh berharap, kami ingin semua pasien yang datang ke rumah sakit negatif, tidak terpapar. Petugas sudah sangat kelelahan," katanya.
Fauzan juga berharap kepada masyarakat untuk tidak mendiskreditkan tenaga medis jika pelayanan yang diberikan kurang berkenan. Namun RSUD Gambiran akan tetap menerima masukan dan saran jika disampaikan dengan cara yang sopan dan santun.
"Mereka punya keluarga, mereka juga berisiko. Belum tentu mereka kuat, mudah mudahan masyarakat memahami," harap Fauzan.