Ketahui Celah Proteksi yang Dieksploitasi Varian Delta

Varian delta telah menyebar ke 90 negara.

EPA-EFE/ANDY RAIN
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). WHO mengingatkan ada celah proteksi yang dimanfaatkan oleh varian delta.
Rep: Haura Hafizhah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rendahnya tingkat vaksinasi dan terlalu cepat melakukan pelonggaran protokol kesehatan menjadi faktor yang dapat membuat varian delta lebih mudah menyebar. Varian delta pertama kali teridentifikasi di India dan telah menyebar ke 90 negara.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan bahwa akhir pandemi akan lambat tercapai jika cakupan vaksinasi Covid-19 minim. Apalagi jika masyarakat dunia tak lagi memakai masker dan meninggalkan protokol kesehatan lainnya.

"Setiap penderitaan atau kematian akibat Covid-19 adalah tragis. Dengan vaksin yang tersedia di seluruh negeri, penderitaan dan kerugian yang kita lihat sekarang hampir seluruhnya dapat dihindari,” kata Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, Rochelle Walensky, dikutip dari AP, Kamis (8/7).

Baca Juga



Walensky pun menyerukan agar warga Amerika untuk segera divaksinasi. Sejalan dengan itu, Dr. Hilary Babcock dari Washington University di St. Louis mengingatkan bahwa Amerika masih rentan untuk kembali mengalami lonjakan kasus.

"Varian delta mampu mencari celah di antara proteksi yang kita lakukan," ujarnya merujuk pada lonjakan kasus rawat inap di daerah Missouri yang cakupan vaksinasinya minim dengan orang di bawah 40 tahun yang belum divaksinasi sebagai korban terbanyak.

Sementara itu, para ilmuwan meyakini varian delta sekitar 50 persen lebih mudah menular daripada jenis lainnya. Misteri di balik fenomena itu belum sepenuhnya terkuak.

Menurut Priyamvada Acharya, ahli biologi struktural di Duke Human Vaccine Institute, petunjuk awal memperlihatkan sejumlah mutasi dapat mempermudah langkah kuncian bagi virus untuk masuk ke dalam sel tubuh manusia.

Hanya saja, masih tidak jelas apakah penularan yang lebih tinggi adalah alasan mengapa varian ini menyebar begitu cepat. Di Inggris, kenaikannya mengikuti pelonggaran pembatasan pada Mei, ketika restoran, pusat kebugaran, dan bisnis lain dibuka kembali, dan ribuan penggemar telah menghadiri acara olahraga.

Lebih sulit untuk mengetahui apakah varian Delta membuat orang lebih sakit. Pakar Inggris mengatakan, ada beberapa tanda awal bahwa varian Delta dapat meningkatkan rawat inap, tetapi tidak ada bukti bahwa itu lebih mematikan.

Bagaimana dengan keampuhan vaksin?

Sementara itu, peneliti Inggris menyebut, dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech dan vaksin AstraZeneca hanya sedikit kurang efektif dalam memblokir penyakit simtomatik dari varian Delta daripada dari mutasi sebelumnya. Hal terpenting, vaksin tetap sangat protektif dalam mencegah rawat inap.

Di lain sisi, WHO telah mendesak pemerintah untuk tidak mencabut pembatasan pandemi terlalu cepat. WHO juga menyerukan agar semua orang, termasuk yang telah divaksinasi, untuk terus memakai masker mengingat varian Delta menyebar lebih mudah dan tidak ada vaksin yang 100 persen efektif.

Di Amerika Serikat, CDC menyatakan masih aman bagi yang divaksinasi penuh untuk bebas masker. Tetapi tidak ada cara untuk mengetahui apakah orang tanpa masker benar-benar terlindungi dengan vaksin sehingga pemerintah negara bagian dapat menetapkan pedoman yang lebih ketat. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler