Presiden Haiti Alami Penyiksaan Sebelum Dibunuh

Presiden Haiti Jovenel Moise mengalami patah tulang di lengan dan kaki kanannya.

AP/Joseph Odelyn
Polisi berdiri di dekat mural yang menampilkan Presiden Haiti Jovenel Moise,di dekat kediaman pemimpin tempat dia dibunuh oleh orang-orang bersenjata pada dini hari di Port-au-Prince, Haiti, Rabu, 7 Juli 2021.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA  -- Presiden Haiti Jovenel Moise mengalami penyiksaan sebelum dibunuh oleh sekelompok pembunuh yang diduga orang asing. Menurut pihak berwenang Haiti pada Sabtu (10/7), Moise disiksa di kamar tidurnya.

Baca Juga


Salah satu hakim yang terlibat dalam penyelidikan, Carl Henry Destin mengatakan kepada surat kabar Le Nouveliste, putri Moise melarikan diri. Sementara putra dan staf Moise dibungkam secara paksa. Destin mengatakan, berdasarkan laporan otopsi, Moise mengalami patah tulang di lengan dan kaki kanannya.

Dilansir Anadolu Agency, Ahad (11/7), Kepala Kepolisian Nasional Haiti, Leon Charles mengatakan, kelompok yang membunuh Moise terdiri atas dua orang berkewarganegaraan Amerika dan 26 orang berkewarganegaraan Kolombia. Para pejabat mengatakan sebelumnya bahwa empat tersangka telah tewas dalam baku tembak dengan polisi.

Warga negara Amerika yang terlibat dalam pembunuhan Moise telah diidentifikasi sebagai Joseph Vincent dan James Solages. Keduanya adalah keturunan Haiti. Duta Besar Haiti untuk AS Bocchit Edmond menggambarkan, orang-orang itu sebagai pembunuh profesional dan terlatih. 

Edmond menambahkan, pelaku menyamar sebagai agen Administrasi Penegakan Narkoba AS (DEA) saat mereka memasuki rumah Moise yang dijaga ketat. DEA memiliki kantor di ibu kota Haiti untuk membantu pemerintah dalam program kontranarkotika. Menteri Pertahanan Kolombia, Diego Molano, mengatakan, para tersangka adalah mantan anggota tentara.

Peristiwa pembunuhan Moise telah menjerumuskan Haiti ke dalam krisis kepemimpinan. Moise menjabat sebagai presiden pada 2017. Sehari sebelum kematiannya, Moise telah menunjuk perdana menteri baru yang akan menjabat pekan ini. Haiti dijadwalkan mengadakan pemilihan presiden dan legislatif pada 26 September.

Moise meninggal dunia karena ditembak mati dan istrinya, Martine Moise terluka parah ketika pembunuh bersenjata berat menyerbu rumah mereka di Port-au-Prince pada Rabu sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Istri Moise dalam kondisi kritis dan telah dievakuasi ke Miami untuk perawatan lebih lanjut. 

 

Perdana Menteri sementara Haiti, Joseph Claude, mengatakan, para pembunuh berbicara bahasa Inggris dan Spanyol. Padahal, mayoritas penduduk di Haiti berbicara bahasa Prancis dan Kreol Haiti.

“Saya menyerukan ketenangan.  Semuanya terkendali. Tindakan barbar ini tidak akan dibiarkan begitu saja," kata Joseph.

Pemerintah Haiti telah mengumumkan keadaan darurat selama dua minggu untuk memburu para pembunuh. Dalam wawancara dengan kantor berita The Associated Press, Joseph menyerukan penyelidikan internasional atas pembunuhan tersebut. Dia mengatakan, kasus pembunuhan Moise tidak menjadi penghalang untuk menggelar pemilihan umum pada akhir tahun ini.

“Kami membutuhkan setiap orang untuk memajukan negara ini. Dia (Moise) adalah seorang pria pemberani yang telah menentang beberapa oligarki di negara ini. Kami percaya hal-hal itu bukan tanpa konsekuensi," kata Joseph.

Haiti telah berjuang untuk mencapai stabilitas sejak jatuhnya kediktatoran dinasti Duvalier pada tahun 1986, dan telah bergulat dengan serangkaian kudeta dan intervensi asing. Sejak menjabat, Moise telah menghadapi seruan untuk mengundurkan diri dan aksi protes.

Moise menghadapi tuduhan korupsi dan pengelolaan ekonominya yang buruk. Cengkraman Moise pada kekuasaan dinilai semakin meningkat.

Akhir-akhir ini, Moise memimpin dalam keadaan paling buruk. Terjadi kekerasan geng yang diduga terkait dengan politik. Selain itu, para pemimpin bisnis menggunakan kelompok bersenjata untuk tujuan mereka sendiri. 

sumber : AP/Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler