LaporCovid-19: 451 Pasien Covid-19 Meninggal Saat Isoman
Pasien isoman meninggal saat isoman paling banyak di Jawa Barat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif mengungkap, sedikitnya pasien Covid-19 di Indonesia yang meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri (isoman) semakin banyak. LaporCovid-19 mencatat sebanyak 451 pasien Covid-19 meninggal dunia saat isoman hingga Ahad (11/7).
"Pasien Covid-19 meninggal dunia karena terlambat untuk ditangani bahkan saat membutuhkan fasilitas isolasi mandiri," ujarnya saat konferensi virtual CISDI tentang kolapsnya rumah sakit dan kematian pasien Isoman, Senin (12/7).
Ahmad menambahkan, 451 kematian ini berasal dari 12 provinsi dan 62 kota/kabupaten yang terlacak. Adapun provinsi yang mengalami kematian terbanyak yaitu Jawa Barat yaitu sebanyak 160. Sementara itu, dia menyebutkan, kota yang terbanyak mengalami kematian adalah Bekasi sebanyak 81 dan kabupaten yang terbanyak mengalami kematian adalah Sleman yaitu sebanyak 44 orang.
"Jumlah yang terdata ini merupakan fenomena puncak gunung es, karena tidak semuanya terberitakan dan atau terlaporkan," katanya.
Ahmad menambahkan, para pasien Covid-19 kesulitan mendapatkan rujukan rumah sakit hingga ruang isolasi mandiri sejak pertengahan Juni bulan lalu. Ia menyebutkan, seringkali pasien isoman anak kos tidak bisa mendapatkan ruang isolasi karena dipingpong dari satu pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) ke puskesmas yang lain.
Tak hanya itu, pihaknya juga dimintai bantuan mencari rumah sakit rujukan Covid-19 namun pasien tersevut meninggal dunia karena terlambat untuk ditangani bahkan sebagian meninggal dunia saat perjalanan.
"Jadi, permasalahan semakin kompleks. Orang yang meninggal dunia saat isoman semakin intens," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, banyak faktor penyebab kematian pasien Covid-19 yang isoman.
"Terutama karena kondisi kritis yang sangat cepat terjadi pada pasien Covid-19. Kemudian banyak pasien Covid-19 yang tidak bisa ke fasyankes dikarenakan penuh dan harus mengantre sehingga memilih untuk isolasi dan melakukan perawatan sendiri," ujar Nadia saat dihubungi Republika, Jumat (9/7).
Untuk mengatasi masalah ini, dia melanjutkan, saat ini selain layanan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) melalui satuan tugas, memonitor pasien isoman. Kemudian pasien Covid-19 mendapatkan obat.
Selain itu, dia melanjutkan, kini ada layanan kesehatan digital telemedicine. Terkait baru Jakarta yang menerapkannya, Nadia mengatakan layanan ini secara bertahap akan diterapkan di wilayah lainnya.
Ia menyontohkan, Jawa Barat (Jabar) juga sudah memilikinya dan mengelolanya. Upaya terakhir adalah memperkuat koordinasi dengan satgas RT/RW untuk koordinasi dengan puskesmas dalam memantau warga yang isoman.
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menilai fenomena banyaknya pasien meninggal saat isoman terjadi karena fasilitas kesehatan (faskes) yang sudah kelebihan kapasitas (overload).
"Memang kondisinya saat ini cukup darurat, kita lihat fasilitas kesehatan sudah overload. Kemudian kasus harian juga semakin meningkat yang kasus hariannya sampai hari ini hampir 40 ribu," ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (9/7).
"Kalau hanya butuh tempat tidur kemudian diperiksa oleh dokter bisa saja dengan penambahan tempat tidur selama ini pasti bisa menampung. Tetapi kalau terkait penanganan ICU, ventilator tergantung dari ketersediaan yang ada di fasilitas kesehatan," ujarnya, menambahkan.