Anak-Anak Yaman Terpaksa Bekerja demi Bertahan Hidup

Dua juta anak Yaman putus sekolah.

EPA-EFE / YAHYA ARHAB  
Anak-Anak Yaman Terpaksa Bekerja demi Bertahan Hidup. Sejumlah Anak-anak Yaman menunggu giliran mengisi jerigen dengan selang dari sumur pompa bertenaga diesel di kota Abs, provinsi Hajjah, Yaman, Selasa (8/9). Banyak anak laki-laki Yaman meninggalkan rumah mereka dengan membawa keledai dan tabung air plastik untuk mengambil air dari sumur Abs, beberapa jam dari desa mereka. Bepergian jauh untuk mengambil air untuk keluarga setiap hari membuat anak laki-laki tersebut tidak bersekolah. Ribuan keluarga Yaman di daerah itu kebanyakan bergantung pada anak-anak mereka untuk mengambil air untuk minum, memasak dan mencuci. Menurut UNICEF, hampir 18 juta orang dari 29 juta penduduk Yaman, termasuk 9,2 juta anak-anak, tidak memiliki akses reguler ke air bersih. EPA-EFE / YAHYA ARHAB  
Rep: Dwina Agustin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Alih-alih bersekolah, Harith Mansour yang berusia 15 tahun menghabiskan hari-harinya dengan mengelola ayam. Dia meremas-remas leher, mencabuti bulu, dan mengantongi daging segar untuk pelanggan sebuah toko kecil di ibu kota Yaman, Sanaa.

Baca Juga


Mansour adalah salah satu dari anak-anak Yaman yang bekerja. Jumlah anak-anak Yaman yang bekerja tidak diketahui. 

Mereka terpaksa memberi makan keluarga dan menyewa tempat tinggal. Mansour adalah korban perang enam tahun di Yaman sehingga mendorong negara itu semakin dalam ke dalam kemiskinan dan kelaparan.

"Saya harus mengambil pekerjaan ini karena ayah saya tidak dapat menutupi biaya rumah tangga sendiri. Tidak cukup untuk sekolah atau hal-hal lain," kata Mansour yang berhenti belajar di kelas delapan.

Di tempat lain di ibu kota, Abdo Muhammad Jamales yang juga berusia 15 tahun memotong tulangan baja panjang di jalan untuk digunakan dalam struktur beton. Pertempuran di kota kelahirannya Hodeidah di Yaman barat membuat orang tua dan delapan saudara kandungnya mengungsi ke pedesaan terdekat dua tahun lalu.

 

Dengan ayahnya yang tidak sehat dan tidak dapat bekerja, Jamales dan saudaranya pindah ke Sanaa. Jamales menghasilkan 3.000-4.000 riyal sehari, tetapi lebih dari setengahnya digunakan untuk makanan dan akomodasi. Hanya sedikit yang tersisa untuk dikirim pulang.

"Dulu, saya belajar dan duduk, Alhamdulillah semuanya baik-baik saja: makanan dan minuman datang dengan mudah. Tapi sekarang sulit. Satu karung tepung harganya 18 ribu-19 ribu riyal. Sebelumnya 5.000-8.000 riyal," kata Jamales.

Inflasi harga dalam ekonomi yang dilanda perang adalah pendorong utama krisis kelaparan Yaman yang terus-menerus. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), biaya sekeranjang makanan minimum di Yaman telah meningkat lebih dari 20 persen tahun ini.

Sebelum konflik terakhir meletus pada akhir 2014, Yaman bekerja sama dengan PBB untuk mengurangi pekerja anak. Usia minimum untuk bekerja adalah 14 tahun dan 18 tahun untuk pekerjaan berbahaya.

Tapi organisasi anak-anak UNICEF mengatakan perang telah meningkatkan lebih dari dua kali lipat jumlah anak putus sekolah menjadi dua juta. Dengan anggaran keluarga pada titik puncaknya, anak perempuan dinikahkan pada usia dini, anak laki-laki direkrut sebagai tentara, dan anak-anak dikirim untuk bekerja. PBB menyatakan lebih dari 3.600 anak direkrut ke dalam konflik bersenjata dalam enam tahun terakhir.

 

https://www.reuters.com/world/middle-east/yemens-children-toil-dangerous-work-not-school-2021-08-09/

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler