Anak Angkat di Afghanistan Hadapi Ketidakpastian Masa Depan

Anak angkat yang diambil dari Afghanistan hadapi dilema usai Taliban kembali berkuasa

EPA-EFE/JAWED KARGAR
Warga Afghanistan yang mengungsi dari provinsi Kunduz dan Takhar akibat pertempuran antara pasukan Taliban dan Afghanistan berkumpul untuk mengumpulkan makanan, karena mereka tinggal di tempat penampungan sementara di sebuah kamp di Kabul, Afghanistan, 10 Agustus 2021. Sedikitnya 27 anak tewas dan 136 terluka dalam 72 jam terakhir di berbagai provinsi Afghanistan ketika pertempuran meningkat karena dorongan Taliban untuk mendapatkan wilayah, kata UNICEF pada 9 Agustus.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Setelah lima tahun frustrasi terperosok dalam penundaan birokrasi, Bahaudin Mujtaba dan istrinya Lisa berharap dapat membawa anak Afghanistan berusia 10 tahun yang diadopsi ke rumah mereka di Florida tahun ini. Dengan runtuhnya pemerintah Afghanistan, pasangan itu berusaha mati-matian untuk membawa anak itu, Noman, dalam penerbangan keluar dari Kabul untuk pergi ke mana pun sebelum kesempatan untuk pergi menghilang.

Dalam kekacauan setelah pengambilalihan Taliban, Noman dan keluarga lain mencoba untuk sampai ke bandara pada Selasa (17/8). Setelah melalui jalan-jalan yang tersumbat, pos pemeriksaan, dan tembakan, mereka dipaksa untuk kembali.

Profesor di Nova Southeastern University itu mengatakan mereka berharap bisa mencoba lagi untuk sampai ke bandara pada Rabu (18/8). "Saya meneteskan air mata pagi ini dan istri saya berlinang air mata. Saya tidak bisa mengatakan banyak hal lain selain ‘Lakukan saja’ dan ‘Hati-hati’,” ujarnya.

Pengambilalihan dramatis Taliban atas Afghanistan telah bergema di seluruh dunia. Bagi keluarga seperti Mujtaba, kondisi ini dampaknya sangat cepat, sangat pribadi, dan berpotensi mengubah hidup.

Hampir pasti Taliban tidak akan menegakkan perjanjian adopsi dari pemerintah Afghanistan yang runtuh. Harapan terbaik dari pasangan AS itu adalah mengeluarkan bocah itu dengan cepat. "Begitu mereka sampai di bandara, itu hanya masalah waktu tunggu. Namun menunggu beberapa jam atau beberapa hari," kata Mujtaba.

Baca Juga


Baca juga : Wakil Taliban Tampil di TV dengan Pembawa Berita Perempuan

Noman saat ini berada dalam tahanan keluarga lain yang juga mencoba pergi. Mungkin mereka bisa membawa anak itu ke negara terdekat seperti Pakistan atau wilayah mana pun. "Namun tujuan pertama adalah mengeluarkannya dari Afghanistan dengan selamat," kata Mujtaba.

Tidak jelas berapa banyak di antara kerumunan orang yang mencoba melarikan diri dari Afghanistan termasuk anak-anak angkat yang potensial seperti Noman. Satu keluarga AS lainnya yang berbasis di Indiana, bekerja dengan agen adopsi yang sama dengan Mujtaba dan berusaha mengeluarkan seorang anak laki-laki berusia dua tahun ke luar negeri.

Direktur Eksekutif Frank Adoption Center di Wake Forest, North Carolina, dan bekerja dengan keluarga itu, Mary King, mengatakan memiliki izin penuh dari pengadilan Afghanistan untuk membawa anak-anak ke AS dan menyelesaikan adopsi. Mereka sedang menunggu visa AS tetapi semuanya berubah dalam beberapa hari terakhir.

"Ini semua terjadi jauh lebih cepat daripada yang kita perkirakan, jadi kita tidak tahu. Kami telah menempatkan mereka di setiap daftar. Kami telah mengisi setiap formulir yang diberitahukan kepada kami," ujar King.

Proses di Afghanistan mengharuskan bekerja melalui Pengadilan Keluarga Afghanistan  yang membatasi proses perwalian untuk orang tua Muslim. Menurut Departemen Luar Negeri, keluarga yang menerima izin dari pengadilan kemudian dapat membawa seorang anak ke AS untuk menyelesaikan adopsi.

Akan tetapi di bawah pemerintahan Taliban, Mujtaba menduga,sudah pasti tidak akan diizinkan sekarang, terutama dari keluarga yang berbasis di AS. Dia dan agen adopsinya telah menghubungi kantor Senator Florida Marco Rubio untuk meminta bantuan.

Mujtaba bahkan menawarkan untuk pergi ke Afghanistan dengan militer AS. Dia menawarkan keakrabannya dengan bahasa dan budaya sebagai imbalan atas kesempatan untuk membawa anak itu pulang. Kantor Rubio mengonfirmasi bahwa pihaknya bekerja dengan Mujtaba dan agen adopsi.

Mujtaba dan istrinya setuju untuk mengadopsi Noman, seorang kerabat jauh, setelah Mujtaba bertemu dengannya saat berkunjung ke Kabul lima tahun lalu. "Saya pada dasarnya jatuh cinta dengan anak kecil ini. Dan berdasarkan mendengar semuanya, maka kami tahu kami memiliki sarana dan motivasi untuk membantunya," katanya.

Ibu anak itu meninggal karena kanker, meninggalkan anak laki-laki itu dengan saudara laki-lakinya yang sudah dewasa dan ayahnya yang sudah lanjut usia yang tidak mampu merawatnya. Mujtaba menggambarkan Noman sebagai anak kecil yang memiliki mimpi besar.

Mujtaba menyebut Norman menyukai musik, mendapat nilai terbaik di sekolah, dan ingin menjadi insinyur atau dokter. Noman tampaknya menderita diabetes dan masalah medis lainnya yang mungkin berasal dari masalah nutrisi lain.

"Kami tidak begitu yakin persis apa masalahnya begitu kami tiba di sini. Dia baik-baik saja untuk jangka waktu tertentu dan sayangnya, dia tidak," ujar Mujtaba.

Mujtaba adalah warga negara AS yang bermigrasi dari Afghanistan 40 tahun yang lalu. Setelah Taliban terlantar dua dekade lalu, dia kembali pada 2005 ke negara kelahirannya untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.

Dia mengunjungi Noman 10 kali selama beberapa tahun terakhir, tinggal tiga hingga lima pekan sekaligus. Sedangkan istrinya adalah warga AS yang belum pernah ke Afghanistan dan bertemu dengan Noman, meski sudah jatuh hati.

Data Departemen Luar Negeri mengatakan adopsi AS dari Afghanistan relatif jarang dibandingkan dengan adopsi dari negara lain. Dari 1999 hingga 2019, 41 anak Afghanistan diadopsi oleh keluarga AS.

Jumlah tersebut jauh lebih sedikit daripada negara-negara lain di kawasan itu, termasuk 148 anak-anak dari Iran dan 667 dari Pakistan. Negara-negara lain seperti China, Ukraina, dan Kolombia telah menyaksikan ribuan anak diadopsi oleh keluarga AS selama dua dekade terakhir.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler