Presiden Afghanistan Bantah Curi Uang Saat Tinggalkan Kabul

Ghani dikritik keras oleh mantan menteri karena meninggalkan Afghanistan

EPA-EFE/JALIL REZAYEE
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menepis laporan bahwa dirinya membawa uang dalam jumlah besar saat meninggalkan istana kepresidenan di Kabul. Dia berbicara dari Uni Emirat Arab, tempat ia mencari perlindungan.

Baca Juga


"Saya pergi hanya dengan rompi dan beberapa pakaian. Pembunuhan pribadi terhadap saya telah berlangsung, mengatakan bahwa saya telah membawa uang," kata Ghani pada Kamis (19/8) melalui akun Facebook resminya, dikutip laman Aljazirah.

"Tuduhan itu adalah kebohongan yang tidak berdasar. Anda bahkan dapat bertanya kepada petugas bea cukai – mereka tidak berdasar," ujarnya menambahkan.

Presiden Ghani mengungkapkan alasan dirinya pergi berdasarkan saran dari pejabat pemerintahan, dan utamanya untuk mencegah pertimbahan darah. "Jika saya tetap tinggal, saya akan menyaksikan pertumpahan darah di Kabul," ujar Ghani.

"Kabul tidak boleh diubah menjadi Yaman atau Suriah lain karena perebutan kekuasaan, jadi saya terpaksa pergi," kata Ghani dalam komentar publik pertamanya sejak dikonfirmasi berada di UEA.

Ghani dikritik keras oleh mantan menteri karena meninggalkan Afghanistan tiba-tiba ketika pasukan Taliban memasuki Kabul pada Ahad (15/8). Keberadaan presiden tidak diketahui sampai Rabu. Banyak spekulasi bahwa ia telah melarikan diri ke Tajikistan, Uzbekistan, atau Oman.

Sebelumnya, Uni Emirat Arab mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan kementerian bahwa negara Teluk itu menjamu Ghani dan keluarganya atas dasar kemanusiaan. Duta Besar Afghanistan untuk Tajikistan Mohammad Zahir Aghbar menuduh Ghani mencuri 169 juta dolar AS dari dana negara dan meminta polisi internasional untuk menangkapnya.

Duta Besar Mohammad Zahir Aghbar mengatakan pada konferensi pers Rabu (18/8) bahwa Ghani mencuri 169 juta dolar AS dari kas negara. Dia menyebut pelariannya adalah pengkhianatan terhadap negara dan bangsa.

Koresponden Aljazirah, James Bays melaporkan dari PBB mengatakan, tuduhan itu bergema di media sosial diantara anggota senior mantan kabinetnya dan orang-orang yang dekat dengannya, termasuk menteri pertahanannya Bismillah Khan. "Bismillah Khan ada di Twitter, dia berkata: ‘Mereka yang memperdagangkan atau menjual tanah air mereka harus dihukum dan ditangkap.’ Dia menambahkan tagar #InterpolArrestGhani," kata Bays.

 

Sementara itu, dalam pidato pertamanya pula Ghani mengatakan, bahwa dia mendukung pembicaraan antara Taliban dan mantan pejabat tinggi pemerintah. Menurutnya, dia juga sedang dalam perundingan untuk kembali ke Kabul setelah mencari perlindungan di UEA.

"Saya mendukung inisiatif pemerintah untuk negosiasi yang sedang berlangsung dengan Abdullah Abdullah dan mantan presiden Hamid Karzai. Saya ingin proses ini sukses," ujar Ghani.

"Saya sedang berkonsultasi untuk kepulangan saya ke Afghanistan sehingga saya dapat melanjutkan upaya untuk keadilan, nilai-nilai Islam dan nasional yang sejati," ujarnya menambahkan.

Uni Emirat Arab adalah salah satu dari tiga negara, termasuk Arab Saudi dan Pakistan, yang mengakui rezim Taliban dari 1996 hingga 2001. Pada Senin (16/8), kondisi kacau terjadi di bandara Kabul ketika penduduk yang putus asa mencoba melarikan diri dari negara yang dilanda perang itu. Kematian juga dilaporkan karena beberapa menempel pada pesawat yang terbang keluar dari ibu kota.

Awal tahun ini, perang antara pasukan Taliban dan Afghanistan meningkat ketika pasukan asing mengumumkan penarikan mereka dari negara itu pada 11 September, peringatan 20 tahun serangan yang mengarah pada invasi AS. Dengan runtuhnya pemerintah Afghanistan, perhatian beralih untuk memastikan keselamatan warga sipil dan pengungsi dan transfer kekuasaan yang tertib.

Taliban telah menyatakan bahwa perang di Afghanistan telah berakhir. Kelompok tersebut juga mengatakan upaya untuk membentuk pemerintahan yang inklusif sedang berlangsung dan berjani akan berlaku lebih terbuka dan moderat, termasuk pada hak-hak perempuan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler