Studi: Varian Delta Dua Kali Lipat Naikkan Risiko Rawat Inap
Tanpa adanya vaksinasi, varian delta akan jadi beban berat bagi layanan kesehatan.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Orang yang terinfeksi varian delta dari virus penyebab Covid-19 dua kali lipat berisiko mengalami rawat inap dibandingkan mereka yang terkena varian alpha. Kesimpulan itu berasal dari sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Lancet Infectious Diseases pada Jumat (27/8).
Inilah studi terbesar yang menganalisis kasus Covid-19 yang dikonfirmasi oleh pengurutan genom virus. Peneliti melibatkan lebih dari 43 ribu orang positif Covid-19 di Inggris yang sebagian besar belum mendapatkan vaksin lalu membandingkan risiko rawat inap di rumah sakit antara penderita Covid-19 varian delta dengan penderita varian alpha.
Varian delta mulanya ditemukan di India. Sementara itu, varian alpha teridentifikasi pertama kali di Kent, Inggris pada tahun lalu.
"Analisis kami menyoroti bahwa dengan tidak adanya vaksinasi, wabah varian delta akan memberikan beban yang luar biasa terhadap layanan kesehatan dibanding pandemi alpha," kata salah satu penulis studi terkemuka sekaligus pakar statistik Cambridge University, Anne Presanis.
Studi itu berdasarkan pada kasus periode Maret-Mei, yakni selama tahap awal kampanye vaksinasi Covid-19 Inggris. Dengan begitu, peneliti tidak dapat menaksir risiko lainnya bagi orang yang tidak divaksinasi atau yang baru mendapatkan dosis awal.
Sementara itu, sebuah studi kesehatan masyarakat di Inggris menemukan perlindungan dua vaksin Covid-19 yang paling umum digunakan terhadap varian delta di sana, Pfizer dan AstraZeneca, melemah dalam waktu tiga bulan. Studi juga menemukan mereka yang terinfeksi setelah menerima dua suntikan vaksin Pfizer-BioNTech atau AstraZeneca mungkin berisiko lebih besar menular bagi orang lain daripada varian virus corona sebelumnya.
Studi yang diadakan University of Oxford itu menemukan, 90 hari setelah suntikan kedua vaksin Pfizer atau AstraZeneca, kemanjurannya dalam mencegah infeksi masing-masing turun menjadi 75 persen (dari awalnya 85 persen) dan 61 persen (dari awalnya 68 persen). Penurunan masing-masing terlihat dua pekan setelah dosis kedua.
Hasil ini diketahui berdasarkan lebih dari tiga juta usap hidung dan tenggorokan yang diambil di seluruh Inggris. Penurunan kemanjuran lebih menonjol di antara mereka yang berusia 35 tahun ke atas daripada mereka yang berusia di bawah itu.
"Kedua vaksin ini, dengan dua dosis, masih bekerja dengan sangat baik melawan delta. Namun, ibarat Anda memulai perjalanan, perjalanan Anda masih panjang," kata profesor statistik medis dan kepala penyelidik Oxford untuk studi ini, Sarah Walker, dilansir Reuters pada Kamis (19/8).