Pandemi Berdampak ke Pekerja Migran yang Kembali

Pekerja migran yang dipulangkan menghadapi stigma sebagai pembawa virus.

Prayogi/Republika.
Pekerja migran merupakan salah satu kelompok rentan yang terdampak pandemi. (Foto: Wisma Atlet di Pademangan digunakan sebagai lokasi isolasi mandiri bagi WNI yang baru pulang dari luar negeri, termasuk pekerja migran)
Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekerja migran merupakan salah satu kelompok rentan yang terdampak pandemi Covid-19. Beberapa penggiat dan aktivis hak pekerja migran Indonesia dalam diskus virtual tentang kondisi PMI saat pandemi, dipantau dari Jakarta pada Ahad (29/8), menyebutkan PMI mengalami berbagai dampak tidak hanya yang berada di negara penempatan tapi juga ketikan kembali ke Indonesia. 

Baca Juga


“Permasalahan yang dihadapi mereka pemutusan hubungan kerja sepihak, gaji tidak dibayar hingga bekerja ekstra tanpa insentif sebagai implikasi dari pandemi," kata Suster Laurentia dari JPIC-Divina Providentia dari Kupang, Nusa Tenggara Timur dalam diskusi yang diadakan Migrant Care.

Suster Laurentia, salah satu penggiat antiperdagangan perempuan dan pendamping proses pemulangan PMI ke NTT, mengatakan dampak Covid-19 tidak hanya dirasakan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berada di negara penempatan tapi juga mereka yang sudah kembali ke Tanah Air. Dia menceritakan mereka yang dipulangkan terkadang masih menghadapi stigma sebagai pembawa virus dan terkadang harus mengeluarkan biaya untuk pulang kembali ke NTT.

"Kadang-kadang mereka pulang juga tidak membawa hasil, tidak membawa uang. Nanti misalnya harus PCR, biaya yang juga tinggi kalau tidak didampingi," ujarnya.

Dampak pandemi juga dirasakan oleh para pekerja Indonesia yang berada di negara penempatan. Menurut Sammi Gunawan dari serikat pekerja migran Indonesian Family Network (IFN) Singapura, meski PMI di Singapura memiliki hak untuk melakukan vaksinasi Covid-19, mereka terdampak dengan jam kerja yang bertambah akibat banyak yang bekerja dari rumah.

Selain itu, sebagian pekerja Indonesia tidak dapat ke luar dari rumah di hari libur karena kekhawatiran akan potensi infeksi Covid-19. "Itu sebenarnya tidak fair, walaupun pekerjanya tidak diizinkan untuk keluar tapi majikannya sendiri keluar. Ini termasuk seperti diskriminasi juga," kata Sammi.

Hal itu, menurutnya, dapat menambah beban para pekerja apalagi ditambah lagi dengan latar belakang mereka belum dapat kembali ke Indonesia saat cuti untuk bertemu keluarga.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler