Hukum Aktivitas Ekstrem yang Mengancam Nyawa

Nyawa dalam ajaran Islam merupakan sesuatu yang teramat tinggi nilainya.

AP Photo/Vincent Thian
Hukum Aktivitas Ekstrem yang Mengancam Nyawa
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam perspektif fiqih, aktivitas (kegiatan/hobi/olahraga dan sebagainya) apa pun hukumnya boleh jika tidak ada dalil yang melarang. Hal ini disandarkan pada kaidah ushul fiqih: Al-Ashlu fil asy-ya al-ibâhah hattâ yadullad dalîlu 'alat tahrîm (pada dasarnya segala sesuatu itu diperbolehkan, sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya).

Baca Juga


Berdasarkan prinsip ini, maka siapa pun boleh mengadakan aktivitas apa pun selagi tidak ada dalil yang melarangnya. Bagaimana jika aktivitas itu mengancam atau membahayakan keselamatan nyawa?

Nyawa, dalam ajaran Islam, merupakan sesuatu yang teramat tinggi nilainya, dan karena itu sangat dilindungi oleh Allah Swt, bahkan di luar peperangan, nyawa harus lebih diutamakan untuk diselamatkan daripada agama. Allah Swt. menyatakan: ... kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka dia tidak berdosa mengaku kafir demi mengamankan nyawanya), ... (an-Nahl: 106).

Allah Swt. juga melarang umat manusia melakukan aktivitas apa pun yang membahayakan, dalam firman-Nya: ".. walâ tulqu bi aidikum ilat tahlukah..." (al-Baqarah: 195, dan janganlah kalian menjatuhkan diri sendiri ke dalam kehancuran).

Begitu juga Rasulullah saw, mewanti-wanti pada umatnya, dengan sabda beliau yang singkat, padat, dan sarat makna: La dharara wala dhirara (Siapa pun tidak boleh berbuat apa pun yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain. HR Ahmad dan Ibnu Majah). Oleh karena itu, dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan: adh-Dhararu yuzal (segala yang mudarat itu harus dihindari/ditiadakan).

 

KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer 3 terbitan Qaf Media mengatakan, bahkan, segala hal yang mengancam nyawa, dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat, dan oleh karena itu dapat dilakukan apa saja walaupun hal itu terlarang, demi menyelamatkan nyawa. Dalam kaidah ushul fiqih yang amat populer dinyatakan: Adh-dharuratu tubihul mahzhurat (keadaan darurat itu menyebabkan bolehnya dilakukan hal-hal yang dilarang).

Dalam perspektif maqashidus syari'ah (tujuan pokok hukum Islam), ada lima hak asasi yang wajib dijaga dan dihormati, dan jika terancam boleh dilakukan langkah penyelamatan apa saja walau pun hal itu semestinya dilarang. Lima hak asasi tersebut adalah hifzhun nafs (hak hidup), hifzhud din (hak beragama), hif zhul aql (hak berpendapat), hifzhun nasl (hak reproduksi), dan hifzhul mal (hak memiliki).

Jadi, hukum asal aktivitas yang membahayakan nyawa itu adalah haram, dilarang keras, dan berdosa bagi pelakunya. Tetapi, jika dalam aktivitas berbahaya itu dilakukan prosedur pengamanan yang secara rasional diakui aman, maka hukum haram itu bisa turun menjadi makruh (tidak disukai) atau bahkan mubah (diper bolehkan).

 

Karena itu, balap liar itu hukumnya haram, tetapi motor JP itu boleh; berkelahi itu haram, tetapi gulat itu boleh; panjat tebing tanpa pengaman itu haram, tapi jika ada pengaman yang memadai maka hukumnya boleh. Namun semua aktivitas, apa pun itu, jika menyebabkan terabaikannya kewajiban, seperti sholat, maka hukumnya haram walaupun sudah ada pengaman yang amat bagus karena abai terhadap kewajiban tersebut, bukan karena terancamnya nyawa. Wallahu a'lam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler