Perubahan Iklim Picu Banjir Besar Lebih Sering Terjadi

Sedikitnya 190 orang meninggal karena banjir di Eropa.

REUTERS/Thilo Schmuelgen
Puing-puing terlihat di daerah yang terkena banjir akibat hujan deras di Schuld, Jerman, 20 Juli 2021.
Rep: Farah Noersativa Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak perubahan iklim sangat nyata. Menurut sebuah studi internasional, perubahan iklim membuat kemungkinan banjir mematikan yang menghancurkan sebagian Jerman dan Belgia bulan lalu menjadi sembilan kali lebih mungkin terjadi. 

Baca Juga


Sedikitnya ada sebanyak 190 orang tewas dalam banjir parah yang melanda Jerman barat pada pertengahan Juli lalu. Sedikitnya ada 38 orang tewas setelah hujan ekstrem di wilayah Wallonia selatan Belgia.

Dilansir laman Trt World, Selasa (24/8), menggunakan spesialisasi ilmu atribusi yang berkembang, para ahli iklim semakin mampu menghubungkan perubahan iklim peristiwa cuaca ekstrem tertentu. Untuk menghitung peran perubahan iklim pada curah hujan yang menyebabkan banjir, para ilmuwan menganalisis catatan cuaca dan simulasi komputer untuk membandingkan iklim hari ini dan di masa lalu. Saat ini, suhu sekitar 1,2 derajat Celcius lebih hangat karena emisi buatan manusia, dibandingkan dengan iklim dari masa lalu.

Pada penelitian yang diterbitkan pada pekan lalu, para ilmuwan berfokus pada tingkat curah hujan. Mereka menemukan, dua daerah yang terkena dampak paling parah mengalami curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya bulan lalu.

Di wilayah Ahr dan Erft di Jerman, 93 milimeter (3,6 inci) hujan turun dalam satu hari pada puncak krisis. Wilayah Meuse di Belgia mengalami hujan 106 mm yang memecahkan rekor selama periode dua hari.

Ilmuwan menghitung, banjir akan terjadi lebih intens. Diperkirakan potensi banjir antara 1,2 hingga  sembilan kali lebih mungkin terjadi di iklim hangat saat ini, dibandingkan dengan skenario di mana tidak ada pemanasan sejak era pra-industri.

Menurut penelitian yang diselenggarakan oleh World Weather Attribution itu, hujan seperti itu di Jerman dan wilayah Benelux sekarang antara 3-19 persen lebih berat karena pemanasan yang disebabkan manusia."Perubahan iklim meningkatkan kemungkinan (banjir), tetapi perubahan iklim juga meningkatkan intensitasnya," kata Frank Kreienkamp, dari dinas cuaca Jerman.

 

 

Friederike Otto, direktur asosiasi Institut Perubahan Lingkungan Universitas Oxford, mengatakan banjir yang terjadi menunjukan bahwa bahkan negara-negara maju tidak aman dari dampak parah cuaca ekstrem yang kita ketahui memburuk dengan perubahan iklim.

"Ini adalah tantangan global yang mendesak dan kita perlu melangkah ke sana. Ilmunya jelas dan sudah bertahun-tahun,” kata dia. 

Dengan menganalisis pola curah hujan lokal di seluruh Eropa Barat, penulis studi mampu memperkirakan kemungkinan peristiwa serupa dengan banjir bulan lalu terjadi lagi. Mereka menemukan, peristiwa serupa dapat diperkirakan terjadi di daerah mana pun sekitar sekali dalam 400 tahun pada tingkat pemanasan saat ini. Ini berarti beberapa peristiwa dalam skala besar mungkin terjadi.

"Itu adalah peristiwa yang sangat langka. Di sisi lain itu sudah menjadi lebih mungkin dari sebelumnya dan itu akan menjadi lebih mungkin di masa depan,” kata Maarten van Aalst, direktur Pusat Iklim Bulan Sabit Merah Palang Merah Internasional.

Para ilmuwan mengatakan mereka fokus pada curah hujan dalam penelitian ini karena data ketinggian sungai hilang setelah beberapa stasiun pengukuran hanyut terbawa banjir. Van Aalst mengatakan penelitian ini harus menjadi alarm bagi semua orang.

 

"Peningkatan risiko yang kami temukan dalam penelitian ini adalah sesuatu yang perlu kami kelola tentang manajemen risiko banjir, tentang kesiapsiagaan, tentang sistem peringatan dini. Sayangnya, orang cenderung bersiap untuk bencana terakhir,” ucap dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler