Uni Eropa Gelar Pertemuan Bahas Pengungsi dari Afghanistan
Gelombang migran Afghanistan kemungkinan akan memperburuk ketegangan di Eropa
REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Para menteri kehakiman dan urusan dalam negeri Uni Eropa (UE) melakukan pertemuan di Berlin, Jerman, pada Selasa (31/8). Pertemuan digelar untuk membahas pengambilalihan Taliban atas Afghanistan dan cara Eropa akan menangani arus pengungsi serta migran.
"Sangat penting bahwa kita berada dalam posisi di mana kita dapat menghindari krisis kemanusiaan, krisis migrasi, dan ancaman keamanan dari Afghanistan," kata Komisaris Eropa untuk Urusan Dalam Negeri Ylva Johansson sebelum pertemuan para menteri.
Pertemuan itu terjadi sehari setelah pasukan terakhir Amerika Serikat (AS) terbang keluar dari bandara internasional Kabul. Blok yang terdiri dari 27 negara ini sedang mencari cara untuk mencegah terulangnya krisis pengungsi 2015 yang dipicu oleh perang saudara Suriah.
Kedatangan lebih dari satu juta migran di Eropa pada tahun itu menyebabkan pertikaian di antara negara-negara anggota UE tentang cara terbaik untuk mengelola arus masuk. Gelombang baru migran dari Afghanistan kemungkinan akan memperburuk ketegangan.
UE kemungkinan akan menyediakan dana untuk menampung pengungsi di negara-negara yang berbatasan dengan Afghanistan untuk mencegah menuju Eropa. "Namun, kemudian kita perlu bertindak sekarang dan tidak menunggu sampai ada arus besar orang di perbatasan luar kita atau sampai kita memiliki organisasi teroris yang lebih kuat," kata Johansson.
"Jadi itulah mengapa kita perlu bertindak sekarang untuk mendukung orang-orang di Afghanistan, di negara-negara tetangga, dan bekerja sama dengan organisasi internasional," ujar Johansson.
Kanselir Austria Sebastian Kurz menjelaskan negaranya tidak akan mendukung sistem untuk mendistribusikan pengungsi dari Afghanistan ke seluruh UE. Dia menegaskan Austria sudah memiliki komunitas Afghanistan terbesar keempat di seluruh dunia. Ditanya tentang proposal untuk semua negara UE untuk berbagi beban dalam menerima pengungsi, Kurz mengatakan Austria telah menerima bagian yang lebih besar dari proporsi migran sejak 2015.
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, pemerintahannya saat ini berfokus tentang cara membantu antara 10 ribu hingga 40 ribu warga Afghanistan yang berhak datang ke Jerman dengan anggota keluarga dekat mereka. Penerimaan ini dilakukan karena mereka pernah bekerja untuk militer Jerman atau organisasi bantuan.
"Kita perlu melihat berapa banyak yang benar-benar ingin meninggalkan negara itu dan berapa banyak yang tidak. Itu akan sangat tergantung pada keadaan yang diciptakan Taliban di negara itu," ujar Merkel.
Mengakomodasi warga Afghanistan di negara-negara yang dekat dengan Afghanistan juga akan sulit. Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi bertemu dengan mitranya dari Jerman, Heiko Maas, di Islamabad pada Selasa.
Qureshi mengatakan Pakistan telah menampung lebih dari tiga juta pengungsi Afghanistan dalam beberapa dekade sebelumnya. Islamabad tidak memiliki kapasitas untuk menyerap lebih banyak pengungsi lagi.
Fokus UE dalam mengakomodasi migran yang dekat dengan Afghanistan tidak akan menyenangkan kelompok-kelompok hak asasi manusia. Kelompok hak asasi manusia mengatakan UE harus memberi warga Afghanistan yang mencapai Eropa akses ke wilayah itu dan prosedur suaka yang adil dan efektif. Mereka harus mendapatkan kondisi penerimaan yang memadai dan juga menganggap semua wanita dan gadis Afghanistan sebagai pengungsi prima facie.
Menurut beberapa perkiraan UE, sekitar 570 ribu warga Afghanistan telah mengajukan suaka di Eropa sejak 2015. Permohonan suaka oleh warga negara Afghanistan telah naik sepertiga sejak Februari karena AS akan menarik pasukan dari Afghanistan. Menurut kantor suaka UE, lebih dari 4.648 aplikasi tercatat pada Mei dengan sekitar setengah dari aplikasi cenderung berhasil.