Komisi III BPKN: Moratorium PKPU Jangan Ganggu Hak Konsumen

Ketua Komisi III BPKN khawatir moratorium memicu ledakan aduan konsumen

istimewa
Rencana pemerintah membahas moratorium Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) mendapat pertentangan dari Ketua Komisi III yang memidangi advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak.
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah membahas moratorium Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) mendapat pertentangan dari Ketua Komisi III yang memidangi advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak. Dia berharap keinginan menunda PKPU tersebut jangan sampai malah merugikan masyarakat sebagai konsumen.


“Secara prinsip, legal standing BPKN menilai rencana adanya Perppu Moratorium PKPU tersebut adalah agar pemerintah memastikan negara hadir dan memastikan konsumen mendapatkan haknya. Jangan sampai malah hak konsumen terganggu," ungkapnya di Jakarta, Selasa (14/9) 

Mennurutnya, sejauh ini ada yang pro dan kontra dalam rencana moratorium PKPU tersebut. “Saya dalam posisi sebagai BPKN. Jangan sampai hak konsumen jadi terganggu. Harus terpenuhi haknya. Misalnya ada orang beli apartemen lalu tak dibangun-bangun lalu jadinya bagaimana menagihnya?,” ungkap dia.

Rolas menyatakan moratorium PKPU dan kepailitan lebih menguntungkan kepada perusahaan yang sudah banyak punya masalah sebelum pandemi covid-19 berlangsung. Apabila moratorium terlaksana, maka dia menuding hal tersebut bisa dimanfaatkan seenaknya oleh oknum perusahaan nakal atau bermasalah. “Bagaimana nasib kreditur. Yang paling penting adalah dampaknya terhadap masyarakat sebagai konsumen dari kegiatan usaha,” tegas dia.

Rolas beranggapan alasan banyaknya kasus PKPU dewasa ini bukanlah terletak pada moral hazard semata, melainkan dari beberapa hal. Dirinya merasa aturan PKPU dan kepailitan lewat jalur pengadilan niaga melalui berbagai proseuder dan pertimbangan hukum demi keadilan bersama. 

“Kalau kekhawatiran sedikit-sedikit di-PKPU-kan saya rasa jangan takut karena ada opsi perdamaian. Apalagi sebenarnya dalam PKPU itu membuat transparansi seperti berapa sebenarnya aset riil dari perusahaan atau bagaimana kinerja keuangannya. Ini tentu berkaitan dengan masyarakat yang menjadi pengguna atau konsumen perusahaan tersebut,” tutur dia.

Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Trisakti Jakarta ini berharap pemerintah jangan terlena dengan ide yang dapat terindikasi memanfaatkan situasi semata. “Dari perspektif saya hak perlindungan konsumen perlu diutamakan. “Untuk itulah pemerintah sebagai kepanjangan tangan dari negara harus hadir menyediakan dan memastikan hak-hak masyarakat sebagai konsumen. Itu yang perlu diutamakan agar moratotium jangan sampai malah merugikan masyarakat,” pungkas dia.

Apabila dirasa memang moratorium PKPU dan kepailitan harus dilakukan, Rolas berharap ada kajian mendalam. Menurutnya bisa ada berbagai opsi seperti diberlakukan terlebih dulu terhadap perusahaan pelat merah. 

“Saya khawatir kalau diberlakukan sama semua malah tidak membuat ketidakadilan. Sangat penting memerhatikan hak konsumen, termasuk perusahaan kreditur yang dalam hal ini juga terdampak atas pandemi ini,” tuturnya.

Rolas mengkhawatirkan moratorium PKPU ini dapat membuat ledakan aduan konsumen. Sejauh ini, selama tiga tahun terakhir, ungkapnya, BPKN telah menerima lebih dari 6.000 aduan konsumen. “Saya khawatir nanti perlindungan konsumen makin terabaikan,” pungkas dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler