Anak Afghanistan Sembunyi di Bawah Truk Selundupkan Barang
Kemiskinan mendorong anak Afghanistan selundupkan barang ke Pakistan.
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Farid melihat sekeliling dengan sembunyi, mencoba mengakali penjaga perbatasan Pakistan. Ini adalah permainan petak umpet yang berbahaya bagi anak laki-laki Afghanistan berusia 11 tahun dari Arzanah itu.
Perbatasan Torkham di Pakistan utara terletak di sepanjang Celah Khyber dan merupakan penghubung langsung antara Islamabad dan Kabul. Ini adalah pusat perdagangan utama dan persimpangan tersibuk antara Pakistan dan Afghanistan.
Setiap hari, puluhan anak muda Afghanistan berusaha menyelundupkan barang ke Pakistan dengan bersembunyi di bagian bawah truk yang membawa karung berisi barang-barang, buah-buahan, dan sayuran segar. Beberapa karung berukuran hampir sama dengan anak-anak itu.
Hari ini, Farid dan ketiga sepupunya telah berhasil melewatinya satu kali, tapi mereka berharap dapat melakukan perjalanan bolak-balik beberapa kali. Perjalanan tersebut singkat dan sangat berisiko. Mereka berpegangan erat pada truk yang bergerak.
“Ayah saya telah meninggal, tapi ibu saya masih hidup,” kata Farid.
Program Pangan Dunia PBB (WFP) melaporkan kekeringan, konflik, dan kekurangan pangan telah menyebabkan lebih dari 14 juta orang menderita kelaparan. Banyak lembaga internasional memutus akses Afghanistan ke dana internasional sejak Taliban menguasai negara itu pada 15 Maret lalu.
Farid dan sepupunya dapat menghasilkan 1.000 rupee Pakistan atau sekitar lima dolar Amerika untuk setiap karung barang yang mereka kirimkan. Ini adalah pasar yang menguntungkan untuk anak berusia 11 tahun.
Anak-anak mengaku tidak tahu siapa yang memberikan karung tersebut. Yang jelas sosok itu adalah pria anonim. “Seseorang memberikannya kepada saya dan kemudian pergi,” ujar salah seorang sepupu Farid.
Truk lain datang bergemuruh dan anak-anak lari dengan harapan mendapatkan tumpangan gratis lebih jauh ke Torkham. Mereka menunggu truk cukup lambat sehingga mereka bisa menyelipkan diri di antara ban dan kemudian menghilang seiring berjalannya truk besar itu.
Patroli perbatasan Taliban yang baru ditempatkan tampaknya tidak terganggu oleh penumpang gelap. Sayangnya, penjaga perbatasan Pakistan mencoba mengusir anak-anak keluar begitu truk berhenti. Para prajurit memanjat di bawah truk dengan tongkat dan melontarkan teriakan mengancam.
Mereka yang beruntung dapat kembali melintasi perbatasan, sementara yang tidak beruntung dibuat berbaris di pinggir jalan dan menunggu, kehilangan waktu penyelundupan yang berharga dalam prosesnya. Sopir truk diperintahkan turun oleh penjaga perbatasan Pakistan dan disuruh membuka kunci kontainer atau kotak kecil.
“Setiap hari, anak-anak bersembunyi di bawah kendaraan dan melintasi perbatasan. Mereka terluka di bawah kendaraan. Mereka datang menyeberangi perbatasan tanpa izin, tetapi tentara mengirim mereka kembali” kata seorang pengemudi Afghanistan.
Sekarang menunggu untuk menyeberangi perbatasan bisa memakan waktu berhari-hari karena Taliban belum memberlakukan proses penyeberangan apa pun. Bagi sebagian dari mereka yang menonton ini, pemandangan sehari-hari anak-anak yang mengecoh penjaga perbatasan adalah momen yang melegakan. Namun, bagi Sayed Abdullah dari Rumah Sakit Persahabatan Afghanistan Pakistan 100 meter dari perbatasan tidak menganggapnya lucu.
“Tentara Taliban dan Pakistan hanya mengizinkan kami menjenguk 20 pasien setiap hari meskipun setidaknya bisa melihat 35 pasien atau lebih. Anak-anak yang terluka menggunakan ruang-ruang ini. Hal ini dapat dihindari jika penjaga di sisi lain menghentikan mereka,” ucap dia.