Gaya Komunikasi Pasangan Mulia
Karakter suami dan istri dalam menyikapi banyak hal ternyata berbeda.
Jika suami punya masalah, lalu istri memberikan nasihat, bisa dipastikan itu akan melahirkan komunikasi buruk. Masalah suami tak terpecahkan. Masalah baru datang. Jika istri memiliki masalah, lantas suami memberikan nasihat, juga bisa dipastikan masalah istri akan makin berat. Alih-alih dia menerima nasihat si suami, malah dia makin risau sebab menganggap si suami adalah pasangan tak berperasaan.
Hal di atas adalah sekian banyak contoh komunikasi buruk yang terjadi antara pasangan suami istri. masalah-masalah tersebut akan terus terjadi sebab masing-masing pasangan menganggap itu bukan masalah.
Apa yang salah dengan memberi nasihat? Bukankah ia adalah anjuran agama dan juga tanda kasih sayang?
Secara objektif, ia memang tidak ada yang salah, namun secara subyektif - korelasinya dengan karakteristik suami atau istri - ia adalah masalah besar. Karakter suami dan istri dalam menyikapi banyak hal ternyata berbeda. Apa yang dianggap baik oleh suami, belum tentu bagus dirasa sang istri. Begitu sebaliknya. Faktanya, istri secara instingtif menggunakan kepribadiannya sebagai wanita dan merasa itu adalah jalan benar saat berkomunikasi dengan suami, begitu pun sebaliknya. Akibatnya bisa ditebak, komunikasinya yang tercipta kacau.
Karakter istri, saat punya masalah, adalah ingin didengar, bukan mendengar. Masalahnya akan segera usai saat dia berhasil mencurahkan semua perasaannya dengan tuntas di depan orang yang setia menampung seluruh resah-kesahnya. Dia tidak perlu nasihat atau solusi. Masalahnya, karakter suami adalah mencari solusi saat ada masalah. Dia tidak perlu curhat. Maka, saat istrinya memiliki masalah, dia akan segera menggunakan karakternya, yakni memberikan nasihat, bukan mendengar seluruh celoteh istrinya yang kadang ngawur dan nampak ngelindur itu.
Begitu suami ada punya masalah, dia tidak akan segera mencari telinga yang siap mendengar masalahnya. Dia lebih memilih diam. Memikirkan sendiri secara intens. Berusaha sendiri secara maksimal. Kadang lupa makan dan enggan untuk berbicara dalam waktu relative lama. Dia kadang memilih untuk menutup diri untuk menyendiri. Perhatikan apa yang dilakukan istri? sesuai karakteristiknya, dia merasa tidak sedap melihat kondisi suaminya. Dia akan segera mendesak suaminya untuk curhat dan dia siap mendengar seluruh masalahnya. Kalau perlu, dia dengan mantap mengatakan siap menolongnya. Tanpa disadari, dia telah menyulut api masalah.
Dua dunia
John Gray mengatakan bahwa pria dan wanita berasal dari planet berbeda. Pria berasal dari Mars dan dan wanita berasal dari Venus. Ini tentu hanya metafor bahwa, walaupun keduanya, tinggal di bumi dan sama-sama manusia, karakter keduanya sangat berbeda jauh. Perbedaan tersebut tumbuh secara nature (watak) dan nurture (pengasuhan). Jika menggunakan analisis Yuval Noah Harari, nenek moyang manusia adalah nomaden. Pria sebagai pemburu yang mengandalkan kehebatan personalnya, sedangkan wanita menunggu sambil merawat anak-anak dan membangun lingkaran keharmonisan komunal dengan sesama wanita, salah satunya, dengan saling bercerita atau curhat. Secara genetis, hal tersebut masih bersemayam dalam diri manusia sekarang.
Buruknya komunikasi antara suami istri disebabkan sedikitnya kesadaran tentang perbedaan karakteristik di antara keduanya. Untuk membuktikan bahwa karakteristik keduanya memang berbeda, John Gray, meneliti dua puluh ribu pasangan. Penelitian tersebut semakin mengokohkan hipotesisnya bahwa komunikasi yang menyebabkan keretakan rumah tangga bukanlah disebabkan niat buruk pasangan, melainkan diakibatkan niat baik yang sebenarnya hanya salah tempat dan sasaran. Hasil penelitian tersebut lantas dirumuskan dan dijabarkan secara sistematis dalam buku fenomenal dengan judul Men Are from Mars Women Are from Venus.
John Gray menekankan pentingnya kesadaran bahwa pasangan kita adalah berbeda dengan kita. Setelah tertanam kuat tentang hal itu, maka langkah berikutnya adalah mencari tahu karakter khas pasangan kita. Selanjutnya adalah berusaha untuk senantiasa berada dalam karakteristik pasangan saat kita hendak berkomunikasi dengannya. Buku ini tergolong lengkap menjelaskan tentang perbedaan-perbedaan-perbedaan pria (suami) dan wanita (istri).
Suami memang perlu belajar menjadi pasangan ideal yang bisa berkomunikasi berdasarkan ilmu, bukan insting. Begitu juga istri. Hal demikian tidak mudah. Seperti halnya menjadi orangtua, menjadi suami atau istri juga dianggap perkara mudah dan alamiah yang bisa âlearning by doingâ. Padahal tidak demikian.
Tidak Egois
Memahami karakter pasangan adalah satu hal, memosisikan diri dalam lingkaran karakter pasangan adalah hal lain. Yang terakhir ini nyatanya lebih sulit sebab harus berperang dengan ego diri sendiri. Bagi suami adalah tidak mudah mendengar dengan seksama curahan kekesalan istri dalam durasi waktu yang panjang, tidak sistematis, dan kadang kurang masuk akal. Begitu juga merupakan perjuangan super berat bagi istri untuk bersikap tenang dan membiarkan suaminya tenggelam dalam kesendirian serta tidak segera mengoreksi kesalahan suaminya.
Jadi, selain komunikasi antar suami istri adalah komunikasi harus berdasarkan ilmu, ia juga merupakan jalan perjuangan untuk melawan ego. Itu harus dilatih dari titik komunikasi yang paling ringan.
Dengan tidak egois, kematangan pribadi akan terasah dan hubungan komunikasi akan sarat makna. Bisa dibayangkan bagaimana harmoni yang tercipta jika suami menekan insting kelelakiannya demi menciptakan komunikasi yang sesuai dengan karakter istrinya. Di saat yang sama, istri melakukan hal serupa. Masing-masing berusaha untuk memikirkan yang lain. Ini sudah masuk ranah altruis atau ihsan. Sekali lagi, ini tidak mudah. Ini jihad akbar sepanjang waktu. Perlu diingat, pasangan kita adalah orang terdekat yang tentu saja yang paling kita cintai. Jika kepadanya saja kita gagal membuang ego, maka bisa dibayangkan betapa parahnya ego yang kita pasang saat berkomunikasi dengan orang lain.
Sebab itu, saya sepakat dengan hadis Nabi yang menjelaskan bahwa hanya pria mulia yang memuliakan istrinya. Begitu juga sebaliknya. Menurut saya, semua orang mulia pasti tidak egois. Tentu Anda sepakat dengan pendapat saya ini.
Habibullah, Penikmat Buku dan Penulis Esai