Bayi Perempuan Meninggal Kedinginan di Gaza
Jutaan warga Gaza menghadapi musim dingin di tengah gempuran Israel.
REPUBLIKA.CO.ID,GAZA – Agresi brutal dan pengepungan Israel masih terus berlangsung sementara musim dingin menyelimuti Jalur Gaza. Seorang bayi perempuan dilaporkan meninggal di tenda pengungsian akibat kedinginan.
Aljazirah pada Jumat mengutip media Pusat Informasi Palestina melaporkan kematian seorang bayi perempuan Palestina bernama Aisha Adnan Sufyan al-Qassas di Gaza selatan karena cuaca dingin. Outlet media tersebut mempublikasikan tautan di X yang memperlihatkan wajah mungil anak meninggal yang dibungkus kain putih. Sedangkan Quds News Network melansir bahwa usia bayi itu baru 20 hari.
Keluarga bayi tersebut tinggal di dalam tenda di daerah al-Mawasi dekat kota Khan Younis, tempat para anggotanya pindah setelah tentara Israel menghancurkan rumah mereka di daerah tak dikenal lainnya di Jalur Gaza, kata laporan itu.
Puluhan ribu warga sipil terjebak di selatan Jalur Gaza dalam kondisi bencana kemanusiaan setelah melarikan diri dari bagian utara Gaza karena pemboman dan operasi darat Israel yang terus menerus. Banyak dari mereka yang tinggal di tenda darurat yang tidak mampu menghadapi suhu musim dingin.
Lembaga PBB UNICEF mengatakan anak-anak di Gaza “kedinginan, sakit dan trauma”. Sementara 96 persen perempuan dan anak-anak tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dasar mereka.
“Gaza menjadi salah satu tempat yang paling memilukan di dunia bagi para aktivis kemanusiaan. Setiap upaya kecil untuk menyelamatkan nyawa anak-anak akan hancur karena kerusakan yang parah,” kata Rosalia Bollen, spesialis komunikasi UNICEF, dalam sebuah pernyataan.
“Selama lebih dari 14 bulan, anak-anak berada di ambang mimpi buruk ini, dengan lebih dari 14.500 anak dilaporkan meninggal, ribuan lainnya terluka.” Bollen menambahkan bahwa di tengah musim perayaan, ketika keluarga merayakan “kebersamaan”, kenyataan yang dihadapi anak-anak di Gaza adalah “ketakutan, kekurangan dan penderitaan yang tak terbayangkan”.
“Musim dingin kini telah turun di Gaza. Anak-anak kedinginan, basah, dan bertelanjang kaki. Banyak yang masih mengenakan pakaian musim panas. Dengan hilangnya gas untuk memasak, banyak yang mencari sisa-sisa plastik di balik reruntuhan untuk dibakar,” kata Bollen, seraya menambahkan bahwa pada bulan November, rata-rata 65 truk bantuan memasuki Gaza, dibandingkan dengan 500 truk setiap hari sebelum perang.
Berbicara dari Nuseirat di Gaza tengah, petugas darurat UNRWA Louise Wateridge mengatakan bantuan sangat dibutuhkan di daerah kantong tersebut untuk mendukung orang-orang yang berulang kali terpaksa mengungsi akibat serangan Israel yang tidak memiliki perlindungan dari dingin dan hujan. “Dunia tidak melihat apa yang terjadi dengan orang-orang ini – tidak mungkin bagi keluarga untuk berlindung dalam kondisi seperti ini,” kata Wateridge, ketika hujan lebat diperkirakan akan melanda Gaza pada Jumat malam.
“Kebanyakan orang hidup di bawah kain. Mereka bahkan tidak memiliki bangunan kedap air dan 69 persen bangunan di sini telah rusak atau hancur. Tidak ada tempat bagi orang-orang untuk berlindung dari unsur-unsur ini.” Dia mengatakan bahwa kondisi mengerikan di Gaza terus memburuk.
“Seluruh komunitas di sini sekarang menjadi kuburan,” katanya. “Lebih dari 2 juta orang terjebak. Mereka tidak bisa melarikan diri. Dan orang-orang terus kekurangan kebutuhan dasar, dan rasanya setiap jalan yang mungkin Anda ambil di sini mengarah pada kematian.”