Tiga Bangunan Awal Kebangkitan Arsitektur Islam
Bangunan tersebut, yaitu Masjid Quba, Masjid Nabawi, dan Masjidil Haram.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarah arsitektur awal Islam, ada tiga bangunan yang penting dan dianggap sebagai cikal bakal perhatian Islam terhadap kemuliaan bangunan masjid. Ketiga bangunan yang dilengkapi dengan keindahan, yaitu Masjid Quba, Masjid Nabawi, dan Masjidil Haram.
Saifullah dan Febri Yulika dalam Sejarah Perkembangan Seni dan Kesenian dalam Islam mengatakan, dalam perjalanan hijrah Rasulullah ke Madinah, beliau dan para pengikutnya menghabiskan beberapa hari di Quba, selatan Madinah. Di sana Nabi mendirikan masjid sederhana, berbentuk persegi dengan dinding di setiap sisi.
Bagian tengahnya berupa pelataran kosong tanpa atap kecuali untuk Nabi berkhutbah. Karena kepentingan yang serba praktis, masjid ini belum memperlihatkan corak khas bangunan yang artistik.
Sesampainya Nabi dan pengikutnya di Madinah, pekerjaan pertama yang diperintahkannya adalah membangun masjid. Bangunan ini juga sangat sederhana dan tidak memakan waktu lama.
Sekeliling masjid dibuat tembok dari batu bata yang diplester dengan tanah liat. Sementara bagian depan dekat mihrab diberi atap pelepah kurma dan yang lain terbuka.
Setelah sekian lama dalam keadaan itu, pada tahun ketujuh hijrah masjid ini diperbaiki dan diperluas. Perbaikan dan perluasan kembali dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 Hijriyah.
Dalam pemerintahan Khalifah Usman, ada sedikit upaya memperindah masjid dengan mengganti dindingnya dari batu dan dihias dengan ukiran dan tiang. Jika sebelumnya masjid ini hanya mementingkan fungsinya, melalui Khalifah Usman dimasukkan unsur keindahan.
Bangunan terakhir yang memengaruhi arsitektur Islam adalah Masjidil Haram. Awalnya, Masjidil Haram memiliki tampilan sederhana, hanya tanah lapang yang di tengahnya berdiri Ka’bah.
Keadaan tersebut terus berlanjut sampai akhirnya Khalifah Umar bin Khattab memprakarsai perbaikan dan perluasannya karena kaum Muslimin semakin banyak jumlahnya. Pada tahun 26 Hijriah, Khalifah Usman kembali memperbaikinya sehingga kepentingan kaum Muslimin untuk berhaji lebih leluasa.