Ustadz Amir Faisol: Muslim Wajib Kaya Harta, tapi…
Kejujuran adalah kunci kesuksesan seseorang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam sama sekali tidak melarang umatnya mencari dan menghimpun kekayaan. Bahkan sebaliknya, Islam merupakan agama yang menuntun umatnya agar berjalan menuju kesejahteraan harta duniawi dengan cara yang baik.
Ustadz Amir Faisol Fath dalam webinar bertajuk Kajian Surah Ali Imran (Bagian 2), bersama Bank Syariah Indonesia, Ahad (3/10), menjelaskan bagaimana agar seorang Muslim dapat merengkuh kekayaan di dunia yang diridhai Allah. Hal yang paling utama adalah dengan memperhatikan kejujuran.
“Kita (Muslim) wajib kaya, tapi mencari kekayaannya itu harus dengan benar. Profesionalisme kita jaga, kejujuran kita utamakan,” kata Ustadz Amir.
Dia menyebut dalam sebuah penelitian yang dikeluarkan sebuah lembaga di Amerika, CEO terbaik di abad ke-21 adalah mereka yang memiliki kejujuran dan dapat dipercaya (trusted). Sedangkan keterampilan dan keahlian berada di nomor kedua.
Artinya, kata Ustadz Amir, kejujuran adalah kunci kesuksesan seseorang dalam membangun dan mengelola suatu bisnis. Perihal kejujuran, Rasulullah SAW telah memberikan teladannya.
Bahkan sedari usia dini, Rasulullah SAW yang merupakan penggembala dan juga pedagang itu telah dijuluki dengan julukan Al-Amin (yang terpercaya). Dia menjelaskan apabila seorang Muslim diamanahkan harta dan jabatan, maka dia tetap harus berada di jalan Allah dan tidak boleh terlena dan korupsi ataupun mendekatkan diri terhadap maksiat.
“Karena awal kehancuran dari profesionalisme adalah ketika seseorang itu ‘belajar’ menjadi koruptor. Ini yang bahaya,” kata dia.
Perilaku korup secara zahir memang terlihat berdampak dan merugikan orang lain. Padahal, perilaku korup justru lebih merugikan bagi koruptor itu sendiri. Karena tanpa sadar, dia telah menggerogoti hatinya dengan perilaku maksiat dan menutup peluang cahaya Ilahi masuk ke relung hatinya.
Bahaya bagi mereka yang tak bertaubat
Di sisi lain, dia menyampaikan, umat Islam dapat mengambil hikmah dari apa yang Allah sebutkan dalam Surah Ali Imran. Salah satunya adalah dengan bertaubat dan mengenali serta mengakui dosa-dosa yang telah diperbuat.
Sebab, kata Ustadz Amir, dosa-dosa yang melekat dalam jiwa manusia dapat membuat seseorang melakukan hal-hal maksiat lainnya. Ibarat kaca jendela, setiap hari debu akan hinggap di kaca tersebut. Maka kaca yang dihinggapi debu itu sudah seyogyanya dilap dan dibersihkan setiap hari agar tidak buram dan pada akhirnya pemandangan di luar jendela tidak bisa nampak.
“Kalau kaca jendela tidak dilap setiap hari, ditunggu seminggu, sebulan, setahun, maka debu yang hinggap itu akan melekat, akan pekat. Akhirnya kaca itu rusak dan fungsinya hilang dalam melihat pemandangan dan memberikan kesejukan udara dari luar,” kata dia.
Hati pun demikian. Ustadz Amir Faisol menjelaskan dosa itu layaknya debu. Maka apabila seseorang yang jatuh dalam kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan dosa tidak bertaubat, lambat laun hatinya akan tertutup. Apabila hati telah tertutup, maka Allah SWT akan menutup kesempatan cahaya bagi hatinya.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 7, “Khatamallahu ala qulubihim wa ala sam’ihim wa ala absharihim ghisyawatun wa lahum adzabun azhim,”. Yang artinya, “Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat,”.
“Kalau hati sudah tertutup, maka nasihat apa pun nggak akan masuk ke hatinya,” ujar dia.
Dia pun mengibaratkan hati yang tertutup kerasnya sama dengan batu. Namun bedanya, batu meski memiliki tekstur yang keras dan pekat, namun dia merupakan benda yang masih memiliki manfaat bagi alam semesta. Namun apabila hati yang sudah mengeras, kata Ustadz Amir, dia sama sekali tidak akan menimbulkan manfaat.