Potret Buram Nasib Guru Honorer dan Solusi Islam
Potret Buram Nasib Guru Honorer dan Solusi Ajaran Islam
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935. Dengan demikian, rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Rasio yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar.
Ditinjau dari status kepegawaian, terang-benderanglah peran signifikan guru honorer. Mayoritas guru honorer. Saat ini baru 1.607.480 (47,8 persen) guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer.
Namun nasib guru honorer hingga saat ini masih saja suram. Terakhir, para guru honorer harus berjuang dalam program selesksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), bahkan guru degan pengabdian puluhan tahun yang sudah tak muda lagi dibuat kalang kabut dengan proses seleksi. Mengapa guru honorer dan guru swasta begitu banyak bekerja namun tanpa perhatian serius? Padahal amanah mereka sama dengan guru PNS. Jawabnya cukup sederhana, karena dalam sistem kapitalisme, pendidikan bukanlah ladang basah untuk menghasilkan kekayaan.
Bahkan dengan jahatnya, kapitalisme memanfaatkan pendidikan sebagai mesin pencetak buruh-buruh terdidik. Pertimbangan untung rugi mengeluarkan dana besar untuk pengembangan pendidikan masih menjadi dasar kebijakan, maka wajar jika pemerintah dengan mudahnya mengabaikan nasib para guru yang merupakan salah satu komponen terpenting dalam penddidikan. Guru terus diperah untuk terus berada di sekolah dengan beban kerja yang melimpah namun tidak imbang dengan output pendidikan.
Memang benar, siswa berada cukup lama di sekolah, namun ternyata keluaran sekolah tidak otomatis menjadi manusia yang siap mengarungi kehidupan berbekal ilmu yang diperoleh di sekolah. Lihat saja, berapa banyak lulusan SMA yang siap berkarya mandiri berbekal ide cemerlang dibandingkan dengan lulusan SMA yang masih bingung akan kemana setelah lulus. Dan jika terjun ke dunia kerja, peluangnya hanya menjadi pegawai rendahan atau buruh saja. Karena untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus berpikir seribu kali lagi.
Kembali pada masalah guru honorer, kebijakan pemerintah yang hanya berorientasi pada materi lah yang menjadi akar masalah buruknya perlakuan kepada guru. Guru tidak dianggap sebagai posisi mulia hanya karena tidak bisa menjadi mesin pencetak uang. Ini memang menjadi ciri khas dari sistem sekular. Dimana penghargaan terhadap manusia hanya berdasar pada banyaknya materi yang dihasilkan. Pandangan ini sangat jauh berbeda dengan pandangan Islam. Islam menjadikan pendidikan sebagai pilar peradaban mulia.
Pendidiakn adalah sarana untuk mencetak generasi berkepribadian tangguh mewujudkan peradaban manusia yang sesuai dengan penciptaannya. Maka tak heran jika Islam juga menempatkan guru sebagai sosok yang sangat mulia, menempatkan guru sebagai arsitek peradaaban. Pandangan ini juga berpengaruh pada perlakuan Islam terhadap para guru.
Dalam sistem Islam, negara akan memberikan perhatian yang khusus dalam bidang pendidikan, termasuk pula memperhatikan nasib para guru. Guru terus difasiltasi untuk meningkatkan kualitas diri, guru dimotivasi untuk meningkatkan kinerja dan guru dijamin kesejahteraannya. Itu semua karena guru adalah sosok mulia, manusia berilmu pencetak generasi penerus peradaban.
Maka jelas sudah, guru terutama honorer akan terus disis-sia selama negeri ini masih berpijak pada sistem kapitalis sekular. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa hanya predikat pelipur lara, selebihnya mereka terus diminta bekerja tanpa dipedulikan kesejahteraannya, mereka terus diminta bersaing dengan profesi lain yang seharusnya tidak bisa disamakan.
Karena tujuan pendidikan bukanlah untuk mencetak generasi penghasil materi, namun pendidikan bertujuan untuk mencetak generasi mulia pengukir peradan nan mulia juga. Oleh karena itu, untuk mengakhiri permasalahan yang melingkupi guru honorer, permasalahan yang dari dahulu seolah tak berujung, hanya satu solusinya, meninggalkan sistem sekular yang tidak memanusiakan guru honorer, mengakhirinya dan beralih pada sistem Islam. Hanya dengan sistem Islam manusia terutama guru akan kembali ditempatkan pada posisi mulia, karena aktivitas mendidik dan memberi ilmu adalah posisi yang istimewa dalam pandangan Islam.
Profesionalitas dan Kesejahteraan Guru dalam Nuangan Khilafah Islamiyah
Guru dalam Negara Khilafah Islamiyah mendapatkan penghargaan yang tinggi dari Negara termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha; bahwasanya ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas; bila saat ini harga 1 gram emas Rp 200rb, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 12.750.000). Subhanallah, dalam sistem Khilafah para guru akan terjamin kesejahteraannya dan dapat memberi perhatian penuh dalam mendidik anak-anak muridnya tanpa di pusingkan lagi untuk mencari tambahan pendapatan.
Ternyata perhatian kepala negara kaum muslimin (Khalifah)bukan hanya tertuju pada gaji para guru dan biaya sekolah saja, tetapi juga sarana lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan media yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, bangunan gedung sekolah/kampus, asrama siswa, perumahan staff pengajar/guru, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-auditorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya. Semua sarana terebut diberikan secara cuma-cuma.
Sangat jelas adanya jaminan profesinalitas dan kesejahteraan guru dalam naungan khilafah Islam. Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Hal ini akan menjadikan guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan Negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia. Hanya dengan Khilafah Islamiyah semata problematika pendidikan termasuk memelihara Idealisme guru dapat terlaksana dengan baik dan sempurna.