Fokus Beralih, Dolar AS Jauhi Level Tertinggi

Investor berhati-hati menjelang pertemuan bank sentral di Australia dan Selandia Baru

Fakhri Hermansyah/ANTARA
Karyawan menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1/2021). Nilai tukar rupiah menguat 20 poin (0,14 persen) terhadap mata uang Negeri Paman Sam dan ditutup pada level Rp 13.895 per dolar AS.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Dolar AS melemah dari tertinggi pekan lalu di perdagangan Asia pada Senin (4/10) pagi, karena hasil uji coba yang menggembirakan untuk pil COVID-19 mendukung selera risiko. Tetapi investor tetap berhati-hati menjelang pertemuan bank sentral di Australia dan Selandia Baru serta data tenaga kerja AS minggu ini.

Baca Juga


Euro merayap kembali di atas 1,16 dolar, menguat 0,1 persen pada 1,1606 dolar, pulih dari level terendah 14-bulan minggu lalu di 1,1563 dolar. Yen juga telah melambung dari level terendah 19-bulan dan juga naik 0,1 persen di perdagangan Asia pada 110,92 per dolar.

Sterling, dolar Australia, dan dolar Selandia Baru semuanya lebih tinggi di awal perdagangan, memperpanjang kenaikan akhir pekan lalu. "Apakah itu mengikuti atau tidak, saya tidak tahu," kata analis Westpac Imre Speizer saat di telepon dari Christchurch.

"Saya akan mengatakan bahwa masih ada lebih banyak penurunan dan itu akan menopang dolar AS, serta Aussie dan kiwi akan jatuh sedikit lebih jauh," katanya, dengan sentimen yang menentukan.

Dalam seminggu ke depan, bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia, bertemu pada Selasa (5/10) dan diperkirakan akan mempertahankan kebijakannya tetap stabil. Di seberang Tasman, kenaikan 25 basis poin dari bank sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand, pada Rabu (6/10) juga telah diperhitungkan.

Dan pada Jumat (8/10), data tenaga kerja AS diperkirakan akan menunjukkan peningkatan berkelanjutan di pasar kerja, dengan perkiraan 460.000 pekerjaan telah ditambahkan pada September - cukup untuk menjaga Federal Reserve di jalur untuk mulai melakukan tapering sebelum akhir tahun.

Sterling naik 0,25 persen menjadi 1,3568 dolar, sesi ketiga berturut-turut di zona hijau setelah penurunan tajam pekan lalu ketika para pedagang mengabaikan retorika bank sentral hawkish untuk fokus pada prospek suram serta risiko tingkat suku bunga dan inflasi yang lebih tinggi.

"Investor menilai Inggris dari seluruh rangkaian faktor fundamental dan pergerakan sterling menunjukkan bahwa banyak yang tidak menyukai apa yang mereka lihat," kata ahli strategi Rabobank Jane Foley, saat mata uang menghapus kenaikan awal 2021.

Baca juga : Vaksinasi Mahasiswa, Pemkot Yogya: Stok Mencukupi

Dolar Australia naik 0,1 persen menjadi 0,7273 dolar dan kiwi sedikit menguat di 0,6952 dolar AS. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan suku bunga akan bertahan di Australia hingga setidaknya 2024, karena RBA bersikeras akan demikian.

Pasar swap menunjukkan kemungkinan 97 persen kenaikan suku bunga di Selandia Baru pada Rabu (6/10) dan peluang 96 persen untuk kenaikan suku bunga lainnya pada November.

Para pedagang juga berpikir bahwa akan dibutuhkan banyak hal untuk menggagalkan Fed dari jalur tapering-nya, tetapi stabilnya imbal hasil obligasi pemerintah di sepanjang kurva menunjukkan beberapa ada risiko pada waktunya. "Pertanyaannya adalah apakah ada angka yang dapat mengubah pandangan The Fed tentang pengurangan pembelian obligasi pada November, dan apa arti angka yang sangat lemah atau panas di tengah latar belakang meningkatnya ketakutan stagflasi," kata kepala penelitian Pepperstone, Chris Weston.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler