Kasus Covid di Singapura Meledak, Tingkat Rawat Inap Naik
Tingkat rawat inap tempat tidur isolasi Covid di rumah sakit Singapura meningkat
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Tingkat rawat inap untuk tempat tidur isolasi Covid-19 di rumah sakit Singapura telah meningkat menjadi 85 persen pada Oktober. Kasus Covid-19 di negara tersebut juga tetap mengalami peningkatan rata-rata 3.000 kasus per hari selama beberapa hari belakangan hingga Jumat (8/10).
Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) mencatat, tingkat rawat inap rumah sakit naik 62 persen pada Juli. Untuk menangani kekurangan tempat tidur, Pemerintah Singapura telah bekerja sama dengan rumah sakit umum, komunitas, dan swasta untuk menyediakan lebih banyak tempat tidur untuk pasien Covid-19.
Selama tiga bulan terakhir, jumlah tempat tidur Covid-19 telah meningkat dari 900 menjadi 2.500. Sekitar 170 di antaranya adalah tempat tidur di ICU, sementara 100 tempat tidur lainnya dapat digunakan untuk menangani kasus ICU dalam waktu singkat.
"Pada saat yang sama, rumah sakit diminta untuk memprioritaskan sumber daya untuk pasien Covid-19 dengan mengurangi operasi dan janji temu yang tidak terlalu mendesak,” kata MOH seperti dikutip laman Channel News Asia, Sabtu (9/10).
"Rumah sakit kami telah mengurangi perawatan yang tidak mendesak dan tidak mengancam jiwa, menunda sekitar 20 persen dari total beban reguler mereka, untuk mengurangi tekanan pada kapasitas dan tenaga kerja mereka," ujar MOH menambahkan.
Periode waktu infeksi juga tercatat berlipat ganda dari enam menjadi delapan hari tiga pekan lalu, menjadi sekitar 10 hingga 12 hari sekarang. Oleh karenanya, beban kasus harian yang besar telah menempatkan kekhawatiran yang signifikan pada sistem perawatan kesehatan Singapura.
"Kendala sumber daya utama yang sekarang kita hadapi adalah tenaga kesehatan kita," kata MOH. Lembaga kesehatan publik dan penyedia layanan kesehatan swasta telah memindahkan staf dan merekrut tenaga kerja tambahan jangka pendek untuk meningkatkan tempat tidur.
Menurut MOH, selama tiga bulan terakhir telah terjadi peningkatan delapan kali lipat dalam jumlah pasien yang mencari perawatan medis di unit gawat darurat setelah dinyatakan positif Covid-19. Banyak dari pasien ini dirawat, sebagian besar untuk observasi pencegahan.
Karena itu, waktu tunggu untuk pasien non-Covid-19 di rumah sakit umum, dari unit gawat darurat hingga masuk, meningkat sebesar 34 persen dari Juli hingga September. Kementerian Kesehatan juga mengatakan ini sebagian karena lebih sedikit tempat tidur yang tersedia untuk pasien non-Covid-19.
Kondisi Pasien Covid-19
MOH mencatat mayoritas pasien Covid-19, atau sekiranya sebesar 98,4 persen, terdeteksi tanpa gejala atau memiliki gejala ringan. Hanya 1,3 persen dan 0,1 persen yang masing-masing membutuhkan suplementasi oksigen atau perawatan unit perawatan intensif (ICU).
Sekitar tujuh persen pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit karena gejala yang lebih parah atau risiko medis yang sudah ada sebelumnya oleh karenanya memerlukan pengamatan ketat. Akibatnya, sekitar 20 persen tempat tidur rumah sakit di rumah sakit umum swasta dan umum ditempati oleh pasien Covid-19.
Adapun tempat tidur ICU, ini tidak proporsional ditempati oleh manula berusia 60 tahun ke atas yang tidak divaksinasi atau divaksinasi sebagian. "Mereka mewakili 1,5 persen dari total populasi kami, tetapi saat ini merupakan dua pertiga dari pasien yang membutuhkan perawatan ICU," kata MOH, menambahkan bahwa hunian kasus sakit kritis di ICU adalah 23,5 persen pada Kamis (7/10).
Sementara pemulihan di rumah adalah mode perawatan standar bagi banyak pasien. Peningkatan kasus yang berkelanjutan kemungkinan besar berarti peningkatan jumlah infeksi. Ini terutama ditemui di antara lansia yang rentan yang akan membutuhkan perawatan di rumah sakit atau fasilitas perawatan Covid-19 pada tingkat tertentu.