Eks Bos Mossad: Iran Masih Jauh dari Senjata Nuklir
Yossi Cohen menilai program senjata nuklir Iran tidak mendapat dukungan dari dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan direktur Mossad Yossi Cohen menyatakan program nuklir Iran mendapatkan beragam penentangan, bahkan daripada di masa lalu, Selasa (12/10). Posisi Iran juga lebih lemah karena kurangnya dukungan asing daripada dulu.
"Saya pikir Iran, hingga hari ini, bahkan tidak dekat untuk memperoleh senjata nuklir ... Ini karena upaya lama oleh beberapa kekuatan di dunia," kata Cohen dikutip dari The Jerusalem Post.
Cohen menyatakan, jika Iran mengembangkan senjata nuklir, maka Israel harus dapat menghentikannya sendiri. "Kita harus mengembangkan kemampuan untuk memungkinkan kita benar-benar mandiri, melakukan apa yang telah dilakukan Israel dua kali sebelumnya" ujarnya merujuk pada bom reaktor nuklir di Suriah dan Irak.
Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) yang dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran 2015, menurut Cohen, adalah langkah keliru. "Dalam JCPOA, C berarti comprehensive, Itu tidak komprehensif, itu harus komprehensif," katanya.
Kesepakatan itu harus diperbaharui sepenuhnya agar efektif. "Jika tidak, Iran akan terus memiliki kemampuan yang dimilikinya saat ini atau bahkan lebih tinggi," kata Cohen.
Cohen berbicara tentang cara Mossad di bawah kepemimpinannya, menyelundupkan seluruh arsip nuklir dari Iran ke Israel pada 2018. Arsip itu merujuk pada tiga situs nuklir yang sebelumnya tidak dikenal di negara itu.
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional Rafael Grossi harus mempertimbangkan itu saat merekomendasikan kembali kesepakatan nuklir.
"Kecuali Iran benar-benar bersih tentang perbuatan mereka di masa lalu, perjanjian nuklir tidak boleh ditandatangani. Grossi seharusnya tidak mengizinkan itu," ujar Cohen.