Saat Muda, Nabi Muhammad Ikut Delegasi Dagang Internasional
Nabi Muhammad sudah berdagang di usia muda.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Meski usianya masih muda (12 tahun), Nabi Muhammad yang belum menjadi utusan Allah udah menjadi delegasi datang international ke Syam. Dalam perjalanan itulah sepasang mata Muhammad yang indah itu melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang.
"Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit’l-Qura serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud," tulis Husen Heikal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Banyak didengarnya dengan telinganya yang tajam segala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan membuat ia lupa akan kebun-kebun di Taif serta segala cerita orang tentang itu.
Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di sekeliling Makkah itu. Di Syam ini juga Muhammad mengetahui berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya, didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia.
Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman otak. Muhammad muda ini, sudah mempunyai tinjauan yang begitu dalam dan ingatan yang cukup kuat serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan alam kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya.
Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri:
"Di manakah kebenaran dari semua itu?"
Tampaknya Abu Thalib tidak banyak membawa harta dari perjalanannya itu. Ia tidak lagi mengadakan perjalanan demikian. Malah sudah merasa cukup dengan yang sudah diperolehnya itu. Ia menetap di Makah mengasuh anak-anaknya yang banyak sekalipun dengan harta yang tidak seberapa.
Muhammad juga tinggal dengan pamannya, menerima apa yang ada. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia.