IKA FH Undip Gelar Bimtek Hukum Acara MK
Alumni FH Undip diberikan pelatihan beracara di MK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) menyelenggarakan bimbingan teknis hukum acara Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam acara itu, mereka diberikan pelatihan sekaligus praktik permohonan pengujian undang-undang.
Ketua Umum IKA FH Undip, Ahmad Redi mengharap acara ini IKA FH Undip banyak melahirkan pengacara konstitusi, kuasa hukum Pemerintah dan DPR yang handal. “Bahkan para Pemohon yang memperjuangkan hak konstitusionalnya melalui MK,” kata Ahmad Redi, Jumat (15/10).
Kegiatan ini bertajuk “Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara, Bagi Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro”. Hadir di acara ini nara sumber dua hakim konstitusi, Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S., dan Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. Para Alumni FH Undip juga dibekali dengan materi mengenai kewenangan dan kewajiban MK yang diamanahkan oleh UUD 1945 Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) hasil perubahan.
Sebagai tugas pemungkas, para peserta diberikan kesempatan untuk membuat draft permohonan Pengujian UU. Tugas ini dinilai secara langsung oleh Tim MK.
Ketua MK, Dr. Anwar Usman, S.H., M.H.,saat pembukaan acara ini, menekankan pentingnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan hak konstitusional warga negara. Dalam acara yang diikuti secara hybrid (luring dan daring) oleh 418 peserta tersebut, Anwar menyampaikan bahwa sistem demokrasi dimana legitimasi kekuasaan legislatif dan eksekutif didapatkan melalui suara mayoritas, sedangkan pembentukan undang-undang dilaksanakan oleh kedua lembaga, menimbulkan suatu cacat, yaitu sebuah sistem yang pada akhirnya mewujudkan suara mayoritas sebagai suara kebenaran dan memaksa suara minoritas untuk mengikuti sesuatu yang belum tentu benar.
Karena itulah, menurutnya, paham demokrasi harus dibuat berjalan beriringan dengan paham nomokrasi sebagai konsensus norma tertinggi dalam bernegara, Salah satu wujudnya adalah pengujian undang-undang (judicial review) yang menjadi sebuah upaya perimbangan kekuasaan antarcabang kekuasaan kenegaraan untuk melindungi hak konstitusional warga negara dari kebijakan politik yang berpotensi melanggar hak-hak warga negara.