Dewan Jagung Minta Pemerintah Perkuat Antisipasi Hama Ulat
Serangan hama jika menyebar luas dapat menurunkan harga dan merugikan petani.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Jagung Nasional (DJN) meminta pemerintah untuk lebih siap dalam mengantisipasi serangan hama ulat grayak (fall army worm/FAW) terhadap komoditas jagung dalam negeri. Pasalnya, hama yang baru masuk ke Indonesia mulai 2019 itu menyebar cukup cepat ke berbagai sentra jagung nasional.
Ketua Umum DJN, Fadel Muhammad, mengatakan, serangan hama FAW jika menyebar luas dapat menurunkan harga dan kembali merugikan petani. Padahal, dua tahun sebelumnya, petani jagung sudah mendapat hambatan akibat serangan hama yang terus meluas.
Di saat yang bersamaan, kebutuhan jagung dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat. Kemampuan produksi juga terus mengalami kenaikan sehingga penanganan hama perlu dilakukan lebih serius.
Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola, menyampaikan, hama FAW ditemukan pertama kali Sumatera Barat pada Maret 2019. Dalam tiga tahun terakhir, serangan FAW terhadap sentra jagung terus bertambah. Salah satu yang paling parah terjadi di sentra jagung di Nusa Tenggara Timur dan memberikan kerugian besar bagi petani.
"Oleh sebab itu kita harus lakukan antisipasi terhadap serangan ini. Jangan sampai nanti setelah meluas baru kita akan persiapkan sarana prasarananya," kata Sola dalam webinar, Selasa (19/10).
Di tengah harga jagung yang tinggi, ia memastikan minat petani untuk menanam jagung akan sangat tinggi. Itu akan berdampak pada luasan panen jagung yang bisa naik signigikan pada tahun depan. Situasi itu membutuhan perhatian serius karena disaat yang bersamaan hama FAW juga bisa ikut meluas.
"Betul-betul harus ada langkah supaya tidak meluas terutama saat musim tanam jagung 2022," kata dia menambahkan.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh yakni dengan menyiapkan bantuan insektisida FAW yang lebih beragam agar bisa menahan resistensi hama terhadap obat kimia. Sola mencatat, saat ini dalam e-katalog pemerintah baru terdapat dua jenis insektisida untuk FAW.
Ia menilai, jenis insektisida yang disiapkan dapat lebih beragam. Hal itu sekaligus untuk menyikapi banyaknya insektisida yang dijual bebas melalui marketplace daring yang belum teruji.
"Ini harus diawasi juga jangan sampai produk yang mengatasnamakan penanggulangan ulat grayak justru membuat hama resisten terhadap obat-obatan yang ada," kata Sola.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Ali Jamil, menjelaskan, saat ini sudah terdapat 59 jenis produk insektisida untuk FAW yang masih dalam proses untuk pendaftara dan perizinan dalam e-katalog pemerintah.
Pihaknya sepakat seluruh kebutuhan untuk antisipasi hama FAW harus ditangani secara cepat agar antisipasi pada musim tanam 2022 bisa dilakukan dengan baik.
"Memang ada aturannya tentu kita dorong perusahaan-perusahaan untuk masuk ke e-katalog. Ini harus segera apalagi terkait isu ulat grayak," katanya.
Adapun untuk bantuan permodalan bagi petani, Ali menyampaikan pemerintah telah menyiapkan fasilitas kredit usaha rakyat. Untuk sektor pertanian pada tahun ini disiapkan plafon hingga Rp 70 triliun.
Namun ia mencatat sejauh ini pemanfaatan untuk KUR masih cukup kecil, yakni hanya Rp 2,8 triliun. "Ini bisa dimanfaatkan, aturan dari KUR juga saya rasa tidak ada yang menghambat petani. Kami pasti juga akan turun membantu petani langsung," katanya.