PBB: Produksi Bahan Bakar Fosil Diprediksi akan Melonjak 

Produksi bahan bakar fosil bisa mencegah tercapainya target kenaikan suhu.

REUTERS/Max Rossi
Produksi minyak dunia (ilustrasi).
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Program Lingkungan PBB (UNEP) menyebutkan, rencana pemerintah seluruh dunia untuk mengekstrak bahan bakar fosil hingga 2030 tidak sesuai dengan menjaga suhu global ke tingkat yang aman. Laporan kesenjangan produksi UNEP mengatakan negara-negara akan mengebor atau menambang lebih dari dua kali lipat tingkat yang dibutuhkan untuk menjaga ambang 1,5C tetap tercapai.

Baca Juga


Menurut UNEP, Rabu (20/10), pemulihan minyak dan gas akan meningkat tajam dengan hanya sedikit penurunan batubara. Dilansir di BBC, ada sedikit perubahan sejak laporan pertama diterbitkan pada tahun 2019. Dengan konferensi iklim COP26 yang tinggal seminggu lagi, sudah ada fokus besar pada ambisi pengurangan karbon dari penghasil emisi terbesar.

Namun terlepas tujuan nol emisi bersih dan peningkatan janji dari banyak negara, beberapa produsen minyak, gas, dan batu bara terbesar belum menetapkan rencana untuk pengurangan cepat bahan bakar fosil. Padahal menurut para ilmuwan, hal ini diperlukan untuk membatasi suhu di tahun-tahun mendatang. 

Awal tahun ini, para peneliti dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperingatkan bahaya bagi umat manusia jika membiarkan suhu naik lebih dari 1,5 derajat Celcius pada abad ini. Untuk tetap berada di bawah ambang batas ini, diperlukan pengurangan emisi karbon sekitar 45 persen pada tahun 2030 berdasarkan tingkat tahun 2010.

Tetapi menurut UNEP, alih-alih membatasi karbon, banyak negara penghasil emisi terbesar juga berencana untuk secara signifikan meningkatkan produksi bahan bakar fosil mereka.

Laporan kesenjangan produksi menemukan bahwa negara-negara berencana untuk memproduksi sekitar 110 persen lebih banyak bahan bakar fosil daripada yang sesuai dengan kenaikan suhu 1,5C pada akhir abad ini. Rencananya sekitar 45 persen lebih dari yang dibutuhkan untuk menjaga kenaikan suhu hingga 2C.

Menurut penelitian tersebut, produksi batu bara akan turun tetapi gas akan meningkat paling tinggi selama 20 tahun ke depan, ke tingkat yang tidak sesuai dengan kesepakatan Paris.

 

Laporan tersebut memprofilkan 15 negara produksi utama termasuk Australia, Rusia, Arab Saudi, AS, dan Inggris. Sebagian besar pemerintah terus memberikan dukungan kebijakan yang signifikan untuk produksi bahan bakar fosil.

"Penelitiannya jelas: produksi batu bara, minyak, dan gas global harus mulai menurun segera dan tajam agar konsisten dengan membatasi pemanasan jangka panjang hingga 1,5 derajat Celcius," kata Ploy Achakulwisut, penulis utama laporan dari Stockholm Environment Institute.

"Namun, pemerintah terus merencanakan dan mendukung tingkat produksi bahan bakar fosil yang jauh melebihi apa yang dapat kita bakar dengan aman," tambahnya.

Sementara negara-negara telah mencurahkan jauh lebih banyak dari pengeluaran pemulihan mereka setelah pandemi Covid untuk kegiatan bahan bakar fosil, ada beberapa hal positif dalam hal pembiayaan.

Pendanaan untuk minyak, batu bara dan gas dari bank multilateral telah menurun secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan juga dari beberapa negara kaya.

"Laporan ini menunjukkan, sekali lagi, kebenaran yang sederhana namun kuat. Kita perlu berhenti memompa minyak dan gas dari tanah jika kita ingin memenuhi tujuan Perjanjian Paris," kata Andrea Meza, menteri lingkungan dan energi Kosta Rika.

Menurut Meza, kita harus memotong dengan kedua tangan, menangani permintaan dan pasokan bahan bakar fosil secara bersamaan. 

 

"Itulah sebabnya, bersama dengan Denmark, Kosta Rika memimpin pembentukan Beyond Oil and Gas Alliance untuk mengakhiri ekspansi ekstraksi bahan bakar fosil, rencanakan transisi yang adil bagi pekerja dan mulai hentikan produksi yang ada dengan cara yang terkelola," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler