Suu Kyi Bantah Tudingan Junta Militer Soal Penghasutan

Suu Kyi dinilai mampu mempertahankan ketidakbersalahannya dengan baik.

AP/Peter Dejong
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin de facto Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi membantah tuduhan penghasutan yang dituduhkan terhadapnya. Ini merupakan kesaksian pertama Suu Kyi di depan pengadilan sejak ditangkap pada Februari lalu dalam kudeta militer.

Pada Selasa (26/10), Suu Kyi membantah tuduhan penghasutan yang berkaitan dengan dua pernyataan yang diterbitkan partainya pada bulan Februari. Kantor berita Myanmar Now melaporkan, penghasutan dimaksud yaitu mengutuk rezim militer dan meminta organisasi internasional untuk tidak bekerja dengan mereka.

"Aung San Suu Kyi mampu mempertahankan ketidakbersalahannya dengan sangat baik," ujar seorang anggota tim pembelanya yang berbicara dengan syarat anonim, dilansir Aljazirah, Rabu (27/10).

Pengacara Suu Kyi menolak untuk mengungkapkan rincian lebih lanjut, karena militer telah melarang tim hukumnya berbicara kepada media tentang persidangannya. Para jenderal menahan Suu Kyi dan anggota senior pemerintah sipil pada Februari lalu.

Suu Kyi ditahan di sebuah lokasi yang dirahasiakan. Dia menghadiri sidang pada Selasa, di pengadilan yang dibangun khusus di Naypyidaw.

Suu Kyi menghadapi 10 dakwaan lain, termasuk memiliki walkie-talkie secara ilegal, melanggar aturan virus korona, dan melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi.  Media pemerintah Myanmar belum melaporkan perkembangan kasus Suu Kyi. Satu-satunya sumber informasi publik tentang persidangan Suu Kyi adalah pengacaranya, Khin Maung Zaw, yang menerima perintah untuk bungkam oleh otoritas militer.

Perintah untuk bungkam tersebut datang setelah Khin Maung Zaw melaporkan, Presiden Myanmar yang digulingkan, Win Myint bersaksi di pengadilan bahwa militer memaksanya untuk melepaskan kekuasaan. Pemaksaan itu terjadi beberapa jam sebelum kudeta. Militer memperingatkan Win Myint bahwa dia dapat akan mendapatkan kerugian secara serius jika dia menolak untuk memberikan kekuasaan.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler