Makanan Cepat Saji 8 Resto Terkenal AS Mengandung Phthalates
Phthalates telah dikaitkan dengan masalah reproduksi dan kematian dini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bahan kimia yang berbahaya bisa terdapat di berbagai jenis makanan siap saji yang selama ini mungkin tidak disadari oleh banyak orang. Kerap kali, konsumen tidak menyadari bahwa selain gula, garam, dan lemak trans, ada bahan kimia berbahaya lain yang mereka konsumsi secara bersamaan.
Dalam sebuah studi terbaru, Lariah Edwards, seorang ilmuwan di George Washington University bersama dengan rekan-rekannya melakukan penelitian terhadap sejumlah makanan cepat saji yang populer di Amerika Serikat (AS). Menu McDonald's, Burger King, Pizza Hut, Domino's, Taco Bell, dan Chipotle termasuk yang diuji.
Para peneliti kemudian menguji sampel fast food untuk 11 bahan kimia plasticizing. Studi dilakukan dengan menganalisis makanan paling populer dari setiap restoran tersebut, seperti hamburger, nugget ayam, kentang goreng, serta burrito yang diisi dengan ayam, kacang-kacangan, salsa, dan pai.
Secara keseluruhan, makanan yang mengandung daging memiliki kadar bahan kimia yang lebih tinggi. Lebih dari 80 persen sampel mengandung phthalates, bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik lebih lembut dan fleksibel.
Phthalates dan plasticizer pada umumnya ditemukan dalam kemasan makanan dan sarung tangan. Padahal, efek sampingnya pada kesehatan manusia sudah diketahui.
Studi sebelumnya menemukan bahwa orang yang melaporkan konsumsi lebih banyak makanan cepat saji memiliki kadar phthalates yang lebih tinggi dalam urine mereka. Namun, studi ini menjadi upaya pertama untuk menguji makanan tersebut dengan mempertimbangkan generasi baru plasticizer.
Phthalates telah dikaitkan dengan masalah reproduksi dan kematian dini. Beberapa bahan kimia ini telah ditemukan mengganggu fungsi hormon yang dapat menyebabkan serangkaian masalah dengan kesuburan dan perkembangan anak.
Orang dengan kadar phthalates tinggi dalam urine juga ditemukan lebih mungkin meninggal lebih awal, insiden yang cenderung diketahui karena penyakit jantung. Meski satu porsi burger seperti Big Mac dari McDonalds mungkin tidak akan langsung membuat Anda terserang penyakit, namun penting untuk mempertimbangkan paparan bahan kimia ini secara keseluruhan.
"Meski tidak menumpuk dalam tubuh, Anda masih dapat terus menerus terpapar phthalates dari berbagai sumber," ujar Edwards, dilansir Insider, Kamis (28/10).
Mengingat bahan kimia tersebut telah dikaitkan dengan efek kesehatan yang merugikan, Komisi Keamanan Produk Konsumen melarang penggunaan delapan jenis phthalates dalam mainan anak-anak pada 2017. Namun, zat terlarang tersebut masih digunakan dalam plastik lain dan setidaknya empat dari bahan ini terdeteksi dalam makanan cepat saji.
Para peneliti juga menguji plasticizer baru yang disebut DEHT, yang digunakan untuk menggantikan phthalates dan menemukannya di 86 persen makanan yang diuji. DEHT belum diketahui secara pasti tentang efek kesehatannya, namun tim peneliti menemukan bahwa ini mirip dengan orto-ftalat, terkait dengan reseptor hormon.
Lebih lanjut, penelitian mencatat bahwa kelompok ras dan etnis tertentu cenderung lebih banyak mengonsumsi makanan cepat saji daripada yang lain karena banyak faktor, termasuk sejarah pemisahan tempat tinggal secara rasial. Edwards mengatakan bahwa lingkungan yang didominasi orang kulit hitam cenderung memiliki kepadatan restoran cepat saji yang lebih tinggi dan akses yang lebih sedikit ke makanan segar yang terjangkau.
Karena orang kulit hitam di Amerika cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan cepat saji daripada kelompok ras lainnya, pada akhirnya mereka mungkin terpapar tingkat phthalates dan bahan kimia lainnya yang lebih tinggi. Perempuan dari ras ini juga ditemukan memiliki peningkatan kadar beberapa phthalates dan paraben dalam urine karena bahan kimia yang digunakan oleh mereka dalam produk rambut.
"Mengingat kurangnya transparansi seputar bahan kimia ini, dorongan benar-benar tergantung pada regulator untuk menjauhkan phthalates dari makanan dan produk perawatan tubuh," jelas para penulis studi.