DPR Apresiasi Putusan MK Soal Hak Impunitas di Perppu Corona
MK membatalkan ketentuan soal impunitas bagi pejabat dalam Perpu Corona.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan soal impunitas bagi pejabat dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Pada persidangan Kamis (28/10), MK membatalkan Pasal 27 Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3) perppu yang sudah menjadi UU No 2 Tahun 2020 itu. "Saya memberikan apresiasi kepada Mahkamah Konstitusi yang selalu mengawal konsistensi kita dalam menjalankan amanat konstitusi UUD 1945. Putusan MK tersebut ada beberapa perubahan yang sangat subtansial mengenai perlindungan hukum," ujar Misbakhun, dalam keterangan persnya, Jumat (29/10).
Ketentuan tentang impunitas atau kondisi tidak dapat dipidana bagi pejabat dalam rangka penanganan Covid-19 itu ada pada Pasal 27 Ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2020. Ketentuan itu memerinci pihak-pihak yang tak dapat diperkarakan secara perdata maupun pidana ialah anggota, sekretaris, dan pegawai sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK); pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan; Bank Indonesia (BI); Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Namun, MK menganggap ketentuan itu inkonstitusional. Menurut Misbakhun, putusan itu akan berdampak signifikan.
Legislator Partai Golkar itu mengatakan saat ini APBN dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan instrumen penting untuk menggerakkan dan mendorong perekonomian yang mengalami tekanan sangat berat akibat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, Misbakhun sebagai angggota komisi di DPR yang bermitra dengan Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS, akan terus berupaya mengawasi realisasi APBN dan PEN tidak menyimpang.
"Untuk itu, saya sebagai anggota DPR RI yang selama ini selalu terlibat dalam proses-proses awal pembahasan APBN dan Program PEN akan terus mengawal prinsip, kaidah, iktikad baik, dan ketaatan atas peraturan perundang-undangan dalam setiap rapat dengan mitra Komisi XI," katanya.
Misbakhun menegaskan pergerakan situasi perekonomian di pusat dan daerah saat ini lebih banyak didorong belanja APBN maupun APBD. Oleh karena itu meski selama ini pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ditentukan sektor konsumsi, APBN dan APBD merupakan instrumen penting.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun mengharapkan para pengambil keputusan soal APBN tidak menjadi takut dan ragu melaksanakan kebijakan pasca-putusan MK tersebut.
"Kalau sampai ketakutan ini menjadi paranoid atau trauma tersendiri bagi para pengambil kebijakan, akibatnya bisa banyak program prorakyat dalam bentuk bantuan sosial, progam penanganan dan penanggulangan Covid-19, vaksinasi, dan PEN bakal akan terganggu atau tidak berjalan," tuturnya.
Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan II Jawa Timur itu secara khusus juga mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani benar-benar memegang kaidah iktikad baik dalam menjalankan kebijakan. "Jangan sampai ada satu pasal pun yang tidak diikuti sehingga berpotensi terjadi pelanggaran," katanya.
Misbakhun menilai frasa 'iktikad baik' dalam putusan MK atas UU Nomor 2 Tahun 2020 memang memiliki cakupan luas. Namun, dia menyatakan putusan itu harus diikuti secara konsisten.
"Putusan MK ini juga sebagai pengingat bagi para pengambil kebijakan di level mana pun, termasuk pada tingkat pelaksanaan, untuk meluruskan niat bahwa bekerja untuk kepentingan rakyat, bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara dalam situasi darurat pada jaman Pandemi Covid19 saat ini dalam penggunaan anggaran negara tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan di luar kebaikan, apalagi sampai mengambil manfaat pribadi yang melanggar peraturan perundang-undangan," katanya