Demokrat Serang Balik Hasto: Manusia Ahistoris, Caleg Gagal

Andi Arief menyebut Hasto caleg yang gagal ke Senayan tiba-tiba menjadi sekjen PDIP.

Istimewa
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro, Rizky Suryarandika, Fauziah Mursid

Baca Juga


Elite Partai Demokrat mulai melancarkan serangan balik terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Serangan balik itu setelah Hasto sebelumnya menyindir pemerintahan era Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan bahkan menyediakan beasiswa bagi studi perbandingan era SBY dan Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Andi Arief menyebut Hasto sebagai manusia ahistoris dalam demokrasi. Ia menyebut, Hasto baru bergabung dengan PDIP saat partai tersebut besar.

"Hasto, manusia ahistoris dalam demokrasi, gabung PDIP di saat senang, bukan saat partai susah," ujar Andi dalam Twitter-nya yang dikonfirmasi Republika pada Selasa (2/11).

Bahkan, ia menyebut Hasto sebagai calon legislator yang gagal melenggang ke parlemen. Namun, ia justru tiba-tiba menjadi sekretaris jenderal partai berlambang kepala banteng itu.

"Gagal ke DPR, tetiba jadi sekjen. Kelihaiannya menjilat dan menjadikan Partai Demokrat hilang, tidak hancur meski terus dipacul, tidak bubar malah makin menyebar," ujar Andi.

Di samping itu, ia membandingkan Hasto dengan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang dapat terpilih sebagai anggota DPR. Hal yang tidak bisa dilakukan saat ini.

"Kini ingin menyamakan dirinya atau mensejajarkan dirinya dengan elite politik nasional berpengalaman. Orang kalah sering beralasan curang atau kurang logistik," ujar Andi.

Republika sudah meminta tanggapan Hasto soal pernyataan Andi Arief via Twitter ini, namun belum mendapatkan respons. Hasto belakangan memang kerap menyindir, bahkan melempar tudingan pada pemerintahan era SBY.

"Menurut Marcus Mietzner dari bulan Juni 2008 sampai Februari 2009, Pak SBY itu membelanjakan 2 miliar US dollar untuk politic populism. Ini kan beban bagi APBN ke depan," ujar Hasto dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Senin (1/11).

Sebelumnya, Hasto juga menyebut pemerintahan SBY terlalu banyak rapat, tetapi tidak menghasilkan keputusan.

"Pak Jokowi punya kelebihan dibanding pemimpin yang lain. Beliau adalah sosok yang turun ke bawah, yang terus memberikan direction, mengadakan ratas (rapat kabinet terbatas) dan kemudian diambil keputusan di rapat kabinet terbatas. Berbeda dengan pemerintahan 10 tahun sebelumnya, terlalu banyak rapat tidak mengambil keputusan," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (21/10).

Baca juga : Departemen Keuangan AS Berencana Pinjam 1 Triliun Dolar AS

 


Soal kebijakan bansos, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, merespons bahwa tudingan Hasto tersebut tak berdasar.

"Tuduhan adanya motif politik itu tidak berdasar, karena pasca 2009 pun atau diperiode kedua pemerintahan SBY pemberian bansos tetap dilanjutkan. Rakyat justru sangat bersyukur dan berterima kasih menerima bansos yang sebelumnya tak pernah mereka nikmati. Ini karena Pak SBY juga memimpin dengan hati," kata Kamhar kepada wartawan, Selasa (2/11).

Kamhar mengatakan pemberian bansos saat SBY menjadi presiden adalah bentuk tanggung jawab dan hadirnya negara meringankan beban rakyat ketika negara sedang kesusahan dan sebagai kompensasi atas pengurangan subsidi pada masa itu. Menurutnya, hal ini jauh berbeda dengan watak dan karakter pemerintah sekarang saat ini yang kebijakannya dinilai memberatkan rakyat.

"Semakin menambah beban penderitaan rakyat. Katanya partai 'wong cilik' yang semestinya pro poor, nyatanya berkebalikan," ujarnya.

Kamhar menjelaskan argumentasi Hasto yang mengatakan bahwa politik populis membahayakan keuangan negara, justru berbanding terbalik dengan kenyataan. Ia menambahkan, padahal periode 2008-2010 terjadi krisis ekonomi global, Indonesia di bawah pemerintahan SBY justru dapat melewati dan mengatasi krisis dengan baik.

"Patut diduga pernyataan Hasto ini hanya untuk menutup-nutupi ketidak mampuan negara saat ini untuk hadir dan memberikan bantuan meringankan beban penderitaan rakyat. Di masa pandemi Covid-19 ini justru rakyat lagi butuh-butuhnya kebijakan populis negara," terangnya.

Kamhar menilai, pola pikir Hasto adalah pola pikir pecundang. Karena, ia menilai, pemerintah sekarang tidak mampu menyiapkan bansos yang memadai di kala rakyat sedang kesusahan.

"Jadi bukan politik populis yang berbahaya, tapi politisi seperti Hasto lah yang berbahaya," ungkapnya.

Baca juga : Azis Syamsuddin dan Ongkos DAK Lampung Tengah

Meski tidak secara langsung, putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga sudah menjawab tudingan Hasto. AHY meminta semua pihak menghargai kerja keras semua pemimpin Indonesia.

AHY menyampaikan bahwa tantangan tiap zaman berbeda-beda. Oleh karena itu, tiap pemimpin diharapkan mampu menjawab tantangan sesuai zamannya.

"Tiap masa ada tantangan dan pemimpinnya. Setiap pemimpin ada masa dan tantangannya," kata AHY dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (1/11).

AHY juga mengingatkan agar selalu menghargai kepemimpinan di Indonesia sebelumnya. Menurutnya, apa yang dirasakan masyarakat sekarang merupakan buah kerja kepemimpinan sebelummya.

"Apa yang kita dapatkan hari ini adalah hasil kerja keras generasi terdahulu," ujar AHY.

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) juga sampai ikut menanggapi pernyataan Hasto, khususnya soal rapat kabinet. JK menyampaikan pengalamannya sebagai Wakil Presiden dari era SBY dan era Jokowi maupun saat menjadi Menteri era Presiden Gus Dur maupun Megawati Soekarnoputri.

Ia menyebut setiap presiden masing-masing berbeda cara kepemimpinan.

"Tanpa bermaksud membandingkan antara Pak SBY dan Pak Jokowi, masing-masing dalam mengambil keputusan dan cara rapat yang tiap tahun jumlahnya hampir sama. Ada yang ambil keputusan langsung dalam rapat, ada yang dirapatkan lagi sampai tuntas," ujar JK dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (29/10).

JK mengatakan, pada zaman SBY beberapa keputusan penting diambil dalam rapat, seperti mengurangi defisit APBN tahun 2005, konversi minyak tanah ke LPG. Ia menjelaskan, keputusan defisit APBN tahun 2005 dengan menaikkan harga BBM sebesar 126 persen yang terbesar dalam sejarah berhasil tanpa demo karena keputusan langsung dibarengi dengan bantuan langsung tunai (BLT).
 
"Begitu juga konversi minyak tanah ke LPG diputuskan dalam sidang kabinet tahun 2006 sehingga defisit APBN terjaga dengan aman," ujar JK.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menanggapi Hasto yang berulang kali mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan SBY. Menurutnya, hal tersebut hanya membuat Hasto merendahkan dirinya sendiri.

"Berbagai pernyataan Hasto terkait SBY tampaknya asal bunyi tanpa didukung data yang akurat. Hasto menyampaikan pernyataannya terkesan lebih didasari pada kebencian, sehingga jauh dari objektivitas. Hal itu justru merendahkan dirinya sendiri. Sebagai petinggi partai sangat tidak layak mengeluarkan pernyataan seperti itu,"katanya kepada Republika, Selasa (2/11).

SBY Menuding Moeldoko - (Infografis Republika.co.id)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler