Gurun Sahara, Bukti Nyata Perubahan Iklim Ribuan Tahun Lalu

Gurun Sahara merupakan bukti pemanasan regional yang ekstrem.

Reuters
Gurun Sahara. Ilustrasi
Rep: Idealisa Masyrafina/Noer Qomariah K Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Fenomena pemanasan global sudah ada jauh sebelum manusia dapat mengembangkan teknologi yang berdampak signifikan terhadap planet ini. Penelitian baru menemukan bahwa sungai-sungai yang pernah mengalir di Sahara kuno mengalami banjir berlebih ketika suhu naik sekitar 44 derajat Fahrenheit. Hal ini menyebabkan hujan empat kali lipat.

Baca Juga


Anda tidak akan mengenali Sahara antara 16.800 dan 7.500 tahun yang lalu. Gurun tersebut terdiri dari tanah subur yang dialiri sungai yang memungkinkan kehidupan berkembang. 
 
Peneliti Abdallah Zaki dan Sébastien Castelltort telah melihat kembali ke masa lalu melalui catatan batuan, yang memberi tahu mereka bagaimana Bumi bereaksi terhadap kasus pemanasan global yang begitu ekstrem. Temuan ini dipublikasikan baru-baru ini di jurnal Quaternary Science Reviews.
 
 
"Tingkat curah hujan sekitar 55-80 mm/jam," kata Zaki dilansir di SYFY WIRE, Senin (1/11).
 
"Bayangkan New York City menerima sekitar 1.300 mm/tahun dalam hampir 120 hari per tahun. Selama waktu itu, intensitas terukur (55-80 mm) adalah 3-4 kali lebih banyak daripada sebelum dan sesudah Periode Lembab Afrika," kata dia.
 
Untuk mengetahui apa yang terjadi pada fosil sungai, para peneliti menyelidiki bebatuan di dasar sungai yang sekarang kering. Hal ini tidak jauh berbeda dengan temuan di Kawah Jezero di Mars yang membuat para ilmuwan mengkonfirmasi kecurigaan mereka bahwa itu adalah danau kawah purba. 
 
Ilmuwan dengan teknologi kecerdasan buatan menemukan jutaan pohon di bawah gurun Sahara. - (republika)
 
 
Kehadiran kerikil yang lebih besar menunjukkan bahwa itu terbawa oleh sejumlah besar air yang mampu memindahkan berat itu. Memfaktorkan luas permukaan cekungan drainase (yang menghubungkan perairan hulu ke sungai) membantu para peneliti mengetahui berapa banyak curah hujan yang ada.
 
Bukan seluruh Bumi yang memanas. Secara teknis bukan pemanasan global, tetapi pemanasan regional di daerah itu cukup untuk menunjukkan apa yang mungkin terjadi dengan lonjakan panas seperti itu.

Bencana ini diperkirakan dihasilkan dari perubahan orbit Bumi yang memungkinkan lebih banyak radiasi matahari mengenai wilayah tertentu. Ini mendorong suhu naik, yang pada gilirannya memungkinkan atmosfer menahan lebih banyak air. Air atmosfer berubah menjadi hujan dan banjir yang menghancurkan.
 
"Hujan dahsyat itu mengubah Lembah Nil menjadi tempat berbahaya selama sekitar 3.000 tahun. Dengan setiap kenaikan suhu satu derajat, tingkat curah hujan akan meningkat sebesar 7 persen hingga 14 persen, tergantung pada suhu lokal," kata Zaki.
 
Meskipun itu mungkin tidak terdengar banyak, itu cukup drastis. Katakanlah bahwa aktivitas manusia terus merobek-robek lapisan ozon dan membiarkan lebih banyak radiasi matahari masuk. 
 
Jangankan hal-hal buruk lainnya yang bisa terjadi, tingkat air saja akan naik ke titik di mana seluruh populasi akan dipaksa untuk pergi sejauh mungkin dari danau yang kacau dan sungai dan lautan semampu mereka. 
 
Hal ini sudah dimulai. Baru-baru ini pada 2018, banjir adalah alasan 5,4 juta orang harus pindah secara tiba-tiba, dengan cuaca ekstrem secara keseluruhan menggusur lebih dari 16,1 juta orang. Inilah realita kita saat ini.
 
 
 

Fosil sungai Sahara dan Mars
Berbicara tentang Mars, Zaki saat ini sedang mempelajari sungai fosil Sahara dan Arab untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang fitur di Mars yang, seperti kawah Jezero, mungkin pernah mengalir dengan air. 
 
Perbandingan semacam itu bahkan mungkin memberi tahu para ilmuwan kemungkinan bahwa bentuk kehidupan dapat ada di daerah ini, dan apa kelayakhunian keseluruhan Mars selama zaman yang berbeda.
 
"Hasil kami saat ini dari fosil sungai Sahara menunjukkan bahwa sungai Mars yang serupa mungkin terbentuk karena aliran air selama ribuan tahun, mungkin cukup untuk mendukung kelayakan huni. Ini mungkin membantu pencarian kehidupan purba di Mars," katanya.
 

 

Dalam penelitian berbeda yang dpublikasikan di jurnal Science, ilmuwan melakukan analisis ilmiah pertama dari gambar yang diambil oleh penjelajah Perseverance milik Badan Antariksa Amerika (NASA). Gambar tersebut mengkonfirmasi bahwa Kawah Jazero Mars dulunya adalah sebuah danau yang tenang. 
 
Kawah jazero adalah lokasi di Mars, tempat Perseverance mendarat pada Februari lalu. Tempat ini diyakini menyimpan misteri kehihidupan kuno di planet itu.
 
Berdasarkan hasil analisa, ilmuwan mengkonfirmasi bahwa dulu, pada sekitar 3,7 miliar tahun lalu tempat itu dialiri oleh sungai kecil. Namun, tanah liat berbutir halus dan lapisan karbonat yang tersimpan di danau fosil di planet Mars tersebut dibatasi oleh diamict, batuan sedimen yang terdiri dari campuran batu-batu besar dan kecil.
 
Para ilmuwan berpikir batu-batu itu terangkat puluhan mil ke hulu dan diendapkan ke bekas dasar danau oleh banjir bandang episodik, menunjukkan perubahan iklim bencana di masa lalu Mars. 
 
Data satelit sebelumnya telah menunjukkan bahwa daerah ini (jika dilihat dari atas) menyerupai delta sungai di bumi, dimana lapisan sedimen diendapkan dalam bentuk kipas saat sungai mengalir ke danau. 
 
Kemudian iklim menjadi jauh lebih ekstrem dan semburan lumpur yang dipicu oleh banjir tiba-tiba menyimpan batu-batu besar ke delta. Setelah danau mengering, angin mengikis lanskap, meninggalkan bukit kuno di belakang dengan sisi vertikal seperti yang dilihat saat ini. Ilmuwan belum mengetahui apa yang menyebabkan iklim di Mars beruba hingga menjadi kering seperti sekarang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler