AS Bidik Israel dan Rusia untuk Taklukkan Serangan Siber
AS yang kerap jadi sasaran serangan siber kini mengambil tindakan ke Israel dan Rusia
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Biro Industri dan Keamanan (BIS) Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) telah memasukkan perusahaan Israel NSO Group ke Daftar Entitasnya. Keputusan ini membuat perusahan yang mengembangkan spyware Pegasus tersebut bergabung dengan perusahaan lainnya yang terkena sanksi.
Dikutip dari Sputnik News pada Kamis (4/11), BIS menjelaskan NSO Group dimasukkan karena terlibat dalam kegiatan yang mengancam kepentingan keamanan nasional atau kebijakan luar negeri AS. Grup NSO secara khusus ditargetkan untuk mengembangkan dan memasok spyware ke negara-negara asing.
"Alat-alat ini juga memungkinkan pemerintah asing untuk melakukan represi transnasional, yang merupakan praktik pemerintah otoriter yang menargetkan para pembangkang, jurnalis, dan aktivis di luar batas kedaulatan mereka untuk membungkam perbedaan pendapat," ujar BIS.
Pegasus adalah sebuah program yang mampu menyusup ke ponsel cerdas dan mengunduh data pribadi pengguna tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka. Perusahaan Israel menjual spyware ke beberapa pemerintah asing yang represif. Akan tetapi perusahaan mengklaim langkah itu hanya digunakan untuk masalah keamanan nasional seperti menangkap teroris dan penjahat.
Investigasi oleh organisasi nirlaba Forbidden Stories dan Amnesty International yang dirilis pada Juli 2021 menunjukkan kondisi sebaliknya dari klaim perusahan. Aplikasi pengawasan sering digunakan untuk memata-matai lawan politik, aktivis, jurnalis, dan bahkan politisi oposisi terkemuka.
Laporan serupa telah muncul di media sejak 2016, tetapi hanya laporan Juli 2021 yang memicu skandal global yang menarik perhatian NSO Group Israel dan produknya yang terkenal kejam. "Praktik semacam itu mengancam tatanan internasional berbasis aturan,” kata BIS.
Selain NSO Group, AS menjatuhkan sanksi pada perusahaan rahasia Israel lainnya, Candiru. Perusahaan ini mengembangkan program dengan fungsi yang mirip dengan Pegasus dan juga menjualnya ke pemerintah asing termasuk Uzbekistan, Arab Saudi, Qatar, Singapura, dan Uni Emirat Arab.
Strategi AS untuk meredam serangan siber tak hanya sampai di situ. Dilansis Reuters pada Kamis (4/11), Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat (AS) William Burns membicarakan masalah serangan siber Rusia selama kunjungan langka ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, Burns bertemu dengan pejabat keamanan tingkat tinggi Rusia.
Perjalanan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan puncak di Jenewa pada Juni lalu. Ketika itu, Presiden AS Joe Biden memberikan penegasan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk bertindak melawan kelompok ransomware yang menyerang perusahaan dan infrastruktur di AS dan Moskow secara terbuka serta setuju untuk melacak penjahat dunia maya.
“Keamanan siber adalah salah satu topiknya,” kata seorang sumber yang dekat dengan Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB), sembari menambahkan bahwa Burns menunjukkan bukti keterlibatan peretas Rusia dalam serangan itu.
Seorang pejabat AS yang akrab dengan kegiatan intelijen dan sumber keamanan siber Rusia lainnya mengonfirmasi peretasan adalah salah satu topik yang diangkat oleh Burns dalam kunjungannya ke Moskow. Pada Selasa (2/11), Burns beserta seorang pembicara Rusia dan mantan duta besar untuk Moskow mengadakan pertemuan dengan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev.
Kemudian pada Rabu (3/11), Burns bertemu dengan Kepala Badan Intelijen Asing (SVR) Rusia Sergei Naryshkin dan membahas kerja sama AS-Rusia dalam memerangi terorisme internasional. “Dialog pada tingkat ini dan tentang masalah sensitif seperti itu sangat penting untuk hubungan bilateral dan untuk bertukar pandangan tentang masalah yang kita miliki,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Perjalanan Burns ke Moskow bertepatan dengan perkembangan di kedua negara yang menyoroti ketegangan mereka atas keamanan siber. Sejauh ini masalah siber antara kedua negara masih belum menemui titik terang sejak pertemuan Biden dan Putin pada Juni lalu.
Pada Rabu, Departemen Perdagangan AS mengatakan perusahaan keamanan siber Rusia Positive Technologies yang telah dikenai sanksi sejak April masuk ke dalam daftar hitam. Perusahaan itu memperdagangkan alat siber yang digunakan untuk mendapatkan akses ilegal ke jaringan komputer.
Rusia mengusulkan untuk menyerahkan penjahat siber jika Washington melakukan hal yang sama. Mantan peretas Belarusia Sergei Pavlovich, yang dicari oleh Amerika Serikat dan tinggal di Rusia, sebelumnya telah ditangkap dan ditahan di St. Petersburg. Namun kini dia telah dibebaskan.
Dalam sebuah video, Pavlovich mengatakan dia ditahan karena ada pemberitahuan merah Interpol. Pavlovich kemudian dibebaskan karena Rusia dan Amerika Serikat tidak memiliki perjanjian ekstradisi.