Kena Efek Samping Aneh Covid, Perempuan Ini Minum Sabun Cair

Ahli menyimpulkan gangguan aneh yang dialami perempuan itu efek samping Covid-19.

Pixabay
Perempuan kebingungan (Ilustrasi). Seorang perempuan asal Qatar mengalami efek samping aneh Covid-19.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang perempuan di Qatar yang positif Covid-19 dilaporkan mengalami efek samping yang cukup aneh dari penyakit wabah ini. Menurut laporan, sekitar empat hari sejak dinyatakan positif Covid-19, perempuan tersebut mulai bertingkah aneh.

Perempuan yang tidak disebutkan namanya itu kemudian dibawa ke rumah sakit. Tim dokter mengatakan bahwa hal itu kemungkinan terjadi karena komplikasi virus yang langka.

Baca Juga



"Perempuan itu gelisah, hanya sedikit tidur, serta berbicara berlebihan," ujar tim dokter melalui British Medical Journal Case Reports, dilansir The Sun, Kamis (4/11).

Perempuan tersebut dikatakan tampak seperti orang yang kebingungan. Ia juga terlihat seperti berbicara meski tidak ada siapapun di sana, yang menunjukkan bahwa mungkin dirinya berhalusinasi.

"Pasien juga secara impulsif meminum 100 ml sabun mandi cair yang membuatnya kemudian dibawa ke rumah sakit oleh kerabatnya," jelas tim dokter.

Selain itu, perempuan tersebut kerap memanggil nama anggota keluarga secara salah. Di salah satu kesempatan, ia juga secara tiba-tiba melepaskan pakaiannya.

Dokter di Ibu Kota Doha, Qatar mengatakan, perempuan itu kadang nampak terlalu gembira dan aktif. Tetapi kemudian ia bisa dengan mudah menangis dan sangat gelisah.

Setelah lama berada di rumah sakit dan meminta untuk pulang, pasien perempuan ini diberi obat penenang dan psikiater didatangkan. Ketika berbicara dengan psikiater, ia disebut mengatakan menginginkan perdamaian dunia.

"Meskipun kurang tidur selama beberapa hari, pasien tidak lelah. Ia bahkan mengaku yakin telah memiliki kekuatan spiritual khusus dari Tuhan yang dapat dia berikan kepada orang lain," jelas tim dokter.

Bahkan, pasien mengatakan bahwa meminum sabun mandi bukanlah sebuah tindakan yang berbahaya. Ia menyebut hal itu dilakukan karena menyukai wangi dan rasa dari produk tersebut.

Selama lima hari berada di rumah sakit, perempuan itu tidak terbukti mengalami gangguan jiwa. Bahkan, meski perilakunya kadang tidak terduga, seperti bernyanyi sendiri serta menceritakan sebuah lelucon kepada perawat dan segera setelah itu tiba-tiba menangis.

"Sehari setelah masuk rumah sakit, pasien mencuci pakaiannya di toilet tetapi tidak dapat menjelaskan tindakannya. Pada kesempatan lain dia melaporkan halusinasi visual singkat, melihat burung di bangsal ketika tidak ada burung di sana," kata tim dokter.

Investigasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa perempuan itu menderita pneumonia yang disebabkan oleh Covid-19. Namun, ia hanya dilaporkan mengalami gejala batuk ringan dan kehilangan fungsi indra perasa dan penciuman.

Dari tes yang dilakukan, termasuk pemindaian otak, menunjukkan hasil normal, namun indikator inflamasi semakin tinggi. Tim dokter yang dipimpin oleh Peter Haddad, profesor dari Departemen Psikiatri di Hamad Medical Corporation, mengatakan bahwa diagnosis psikiatri lebih menantang.

"Pasien menunjukkan fitur delirium dan mania pada presentasi yang berlanjut selama masa rawat inapnya," jelas Haddad.

Delirium biasanya menyebabkan kebingungan dan kurangnya kesadaran. Sementara mania dikaitkan dengan euforia, suasana hati yang intens, hiperaktif, dan delusi.

Para ahli mengatakan bahwa Covid-19 adalah penyebab kondisi mental perempuan itu, mengingat gejalanya terjadi pada periode waktu yang sama. Mereka mengatakan, pasien atau keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit mental, tidak minum alkohol, atau bahkan menggunakan narkoba atau obat-obatan.

Para ahli mengatakan, peradangan yang disebabkan oleh Covid-19 menyebabkan masalah kejiwaan di otak. Infeksi virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) telah diakui menjadi penyebab delirium dan juga telah dilaporkan terkait dengan mania.

Meski demikian, Haddad mengatakan bahwa kondisi tersebut biasanya tidak terlihat pada pasien yang masih muda. Delirium ditemukan sebagai gejala yang memengaruhi hingga 15 persen orang dewasa, dan 20 persen dari mereka yang berusia di atas 65 tahun.

Delirium hiperaktif dapat menyebabkan agitasi, halusinasi, dan agresivitas, sedangkan delirium hipoaktif dapat menyebabkan seseorang menjadi menarik diri dan terkadang mengantuk. Biasanya, kondisi ini berlangsung sekitar dua hari.

Untuk perempuan dalam kasus ini, yang namanya tidak diidentifikasi kasus delirium dan mania yang terjadi padanya berlangsung sekitar lima hari. Dalam beberapa bulan kemudian, perempuan tersebut mengatakan telah sepenuhnya sehat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler