Kemenkes Malaysia: Ivermectin tidak Manjur Obati Covid-19
Kementerian Kesehatan Malaysia larang dokter resepkan ivermectin untuk Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Penggunaan ivermectin berbarengan dengan obat standar tidak memiliki efek signifikan pada pasien Covid-19 dibandingkan dengan pemberian perawatan standar (SOC) saja. Temuan ini terungkap dari studi yang dilakukan peneliti dari Institute for Clinical Research Malaysia (ICR).
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Malaysia Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan, uji coba secara acak label terbuka yang dilakukan pada 500 pasien Covid-19 dalam kategori 2 dan 3 bertujuan untuk menentukan kemanjuran ivermectin dan pengobatan standar (kelompok IVM) dibandingkan dengan pengobatan standar (kelompok standard of care). Ivermectin diberikan selama lima hari dengan dosis 0,4mg per kg badan per hari.
Studi dilakukan terhadap pasien di 20 rumah sakit pemerintah dan pusat karantina serta perawatan Covid-19 MAEPS 2.0 berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan. ICR telah menginformasikan bahwa studi I-TECH (Ivermectin) menunjukkan tingkat perburukan penyakit Covid-19 antara IVM dan SOC masing-masing sebesar 21,2 persen dan 17,3 persen.
"Dalam temuan yang sama, rata-rata periode perburukan adalah 3 hari untuk kelompok IVM, dibandingkan dengan 2,9 hari untuk SOC, meskipun secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan; p=0,68 (p value)," ungkap Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah dalam keterangannya, dilansir New Straits Time, Jumat (5/11).
Dr Noor Hisham mengatakan, I-TECH bertujuan untuk menentukan apakah penggunaan ivermectin pada pasien berusia 50 tahun ke atas serta mereka yang memiliki satu penyakit penyerta pada pekan pertama gejala Covid-19 dapat mencegahnya memburuk ke kategori 4 dan 5. Kajian klinis dilakukan oleh spesialis penyakit menular dan dokter spesialis yang terlibat aktif dalam penanganan Covid-19 bekerja sama dengan ICR di bawah National Institute of Health (NIH).
Dr Noor Hisham mengatakan, dari 500 subjek yang terdaftar dalam penelitian, empat orang dibebaskan karena tidak memenuhi kriteria penelitian. Sementara itu, enam telah mengundurkan diri karena khawatir akan efek samping ivermectin.
Penilaian tindak lanjut akhir dilakukan pada 25 Oktober. Peneliti utama I-TECH Dr Steven Lim Chee Loon, spesialis penyakit menular dari Rumah Sakit Raja Permaisuri Bainun, Ipoh, mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam dua kelompok. Keduanya tak jauh berbeda dalam hal penerimaan unit perawatan intensif (ICU), penggunaan peralatan pendukung pernapasan, pemulihan gejala, parameter tes darah, dan rontgen dada.
Probabilitas untuk pulih sepenuhnya dari gejala pada hari kelima di antara kedua kelompok hampir serupa. Artinya, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik (p=0,77).
Selain itu, analisis keamanan melaporkan terjadinya efek samping tiga kali lipat di antara kelompok penerima ivermectin dibandingkan dengan kelompok SOC. Sebagian besar merasakan diare sebagai efek sampingnya.
"Sementara itu, ada tren penurunan kematian dalam 28 hari untuk kelompok penerima ivermectin dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan perawatan standar, meskipun di sana trennya tidak mencapai hasil yang signifikan secara statistik (OR 0,30 [95 persen CI 0,08-1,11]; p=0,09)."
Menurut Profesor Dr Lai Nai Ming dan Associate Professor Dr Karuthan Chinna dari Taylor's School of Medicine yang bertanggung jawab dalam mempersiapkan analisis statistik independen, penelitian I-TECH tidak dapat memverifikasi temuan bahwa ivermectin dapat mengurangi kematian dalam 28 hari, dibandingkan dengan SOC saja.
"Ini karena jumlah kematiannya kecil (13/490), sehingga penilaian terhadap temuan tersebut terbatas," kata Hisham.
Berdasarkan temuan studi I-TECH, ivermectin tidak direkomendasikan untuk dimasukkan dalam pedoman pengobatan Covid-19 yang ada. Sebab, pemberiannya tidak mengurangi risiko Covid-19 kategori selanjutnya.
Hisham mengatakan, kementerian merekomendasikan agar ivermectin juga digunakan dalam studi klinis dengan pemantauan. Ia menyebut bahwa temuan dari I-TECH juga sejalan dengan studi skala besar seperti IVERCOR-COVID19 dari Argentina dan BERSAMA dari Brasil yang tidak mendukung rutinitas ivermectin dalam pengobatan klinis Covid-19.
Hisham mengatakan, tim studi I-TECH berencana untuk menyerahkan data yang akan diterbitkan dalam jurnal peer-review sebagai memberikan informasi tambahan untuk studi tentang ivermectin, termasuk meta-analisisnya. Ia berharap, kajian lokal di Malaysia ini bisa memberikan pencerahan kepada praktisi kesehatan dan publik yang selama ini menanyakan kemanjuran ivermectin sebagai obat Covid-19.
"Praktisi medis diingatkan untuk menggunakan ivermectin, termasuk membagikan iklan atau penjualan ivermectin secara ilegal untuk mengobati Covid-19 hingga tersedia bukti ilmiah yang lebih kuat," kata Hisham.
Ivermectin merupakan obat antiparasit yang digunakan untuk mengobati infeksi akibat parasit seperti tikus, kutu, cacing, dan lainnya. Penggunaan ivermectin dalam kasus Covid-19 dimulai setelah peneliti Australia memublikasikan sebuah studi yang menunjukkan efek ivermectin dalam membatasi penyebaran virus SARS-CoV-2 pada sel-sel hewan.
Sejak itu, beberapa negara mulai meresepkan ivermectin sebagai bagian dari pengobatan Covid-19. Di India, misalnya, ivermectin sempat diresepkan bersamaan dengan obat antibiotik doxycycline dan tablet zinc.
Sementara itu, studi terbesar yang mendukung penggunaan ivermectin untuk mencegah dan mengobati Covid-19 telah dihapus dari platform pracetak Research Square karena masalah etika. Studi yang diunggah ke server pada November 2020 dihapus pada pertengahan Juli lalu.
Studi tersebut dipimpin oleh Dr Ahmed Elgazzar dari Benha University di Mesir. Publikasi itu dihapus setelah seorang mahasiswa kedokteran di London, Inggris bernama Jack Lawrence mengidentifikasi masalah serius tentang kesahihan makalah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah berulang kali menekankan bahwa tak ada studi yang membuktikan bahwa iIvermectin dapat digunakan untuk mengobati Covid-19. WHO pun telah menganjurkan agar ivermectin tidak digunakan dalam kasus Covid-19, kecuali pada partisipan yang terlibat dalam uji klinis.