AHY: Tak Ada Hak Apa Pun Bagi Moeldoko Atas Demokrat

Yusril menilai pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus uji materiilnya.

Prayogi/Republika.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat tiba di Kantor Direktorat Jenderal aAdministrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan Jakarta, Senin (8/3). Tujuan kedatangan AHY beserta jajaran pengurus tingkat daerah tersebut ingin menyampaikan pada Kemenkumham, jika kongres luar biasa (KLB) yang digelar kubu Moeldoko di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), ilegal.Prayogi/Republika.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah menerima informasi Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan uji materiil atau judicial review anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partainya. Sejak awal, ia sudah yakin bahwa permohonan tersebut akan ditolak.

"Keputusan yang sebenarnya sudah kami perkirakan sejak awal. Kami yakin bahwa gugatan tersebut akan ditolak, karena gugatannya sangat tidak masuk di akal," ujar AHY dari Minnesota, Amerika Serikat, Rabu (10/11).

Permohonan uji materiil terhadap AD/ART Partai Demokrat, kata AHY, hanyalah akal-akalan dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Padahal, tujuan awalnya adalah untuk mengambil alih kepemimpinan partai yang sah.

"Tidak pernah KSP Moeldoko mendapatkan sertifikat dari pemerintah atas kepemilikan properti itu. Jadi tidak ada hak apapun bagi KSP Moeldoko atas Partai Demokrat," ujar AHY.

AHY menegaskan, Moeldoko tak memiliki hak untuk terlibat dan mengganggu rumah tangga Partai Demokrat. Apalagi jika ia benar menggunakan posisinya di pemerintahan untuk mengambil alih kepemimpinannya.

"Hasutan dan pamer kekuasaaan seperti ini, tidak hanya mencoreng nama baik Bapak Presiden, selaku atasan langsung beliau, tetapi juga menabrak etika politik, moral, serta merendahkan supremasi hukum," ujar AHY.

Terakhir, ia menyampaikan terima kasih kepada MA yang menolak permohonan uji materiil AD/ART empat mantan kader Partai Demokrat. Menurutnya, MA telah melakukan keputusan yang tepat.

"Kita berharap keputusan Mahkamah Agung ini akan menjadi referensi dan rujukan bagi proses hukum yang masih berjalan di PTUN. Mari kita terus kawal proses tersebut," ujar putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

Baca Juga


Dari laman resmi Mahkamah Agung (MA), disebutkan bahwa MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan. Sebab, AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

AD/ART partai politik bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal partai politik yang bersangkutan. Selanjutnya, partai politik bukanlah lembaga negara, badan, atau lembaga yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang. Tidak ada delegasi dari undang-undang yang memerintahkan partai politik untuk membentuk peraturan perundang-undangan.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menegaskan MA tidak berwenang untuk memutuskan AD/ART suatu partai politik. Sebagaimana yang dimohonkan pemohon terkait AD/ART Partai Demokrat. "Parpol juga bukan lembaga negara yang dibentuk oleh Undang Undang atau pemerintah atas perintah Undang Undang," kata Andi, Rabu (10/11).

Sebab, AD/ART parpol bukan unsur peraturan perundang-undangan, sebagaimana dalam pasal 1, angka 2 dan pasal 8 UU nomor 15 tahun 2019, tentang pembentukan perundang-undangan. "AD/ART parpol juga bukan norma hukum yang mengikat umum tetapi mengikat internal parpol tersebut," ujarnya.

Sehingga, menurutnya, tidak ada tanggungjawab MA untuk mengadili dan memutus objek permohonan, termohon tersebut. Inilah alasan MA kemudian menolak gugatan uji materi AD/ART Partai Demokrat terkait sengketa dua kubu Partai Demokrat setelah KLB, antara Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko.

Sementara, kuasa hukum empat mantan kader Partai Demokrat yang mengajukan uji materiil, Yusril Ihza Mahendra tidak sependapat dengan putusan MA. Menurutnya, AD/ART tidak sepenuhnya hanya mengikat internal partai, tetapi juga ke luar.

"Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut. Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara seperti mencalonkan Presiden dan ikut pemilu," ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).

Ia berpatokan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Menurutnya, undang-undang dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. "Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut  kepada AD/ART partai, maka apa status AD/ART tersebut? Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan," ujar Yusril.

Pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara tersebut dinilainya terlihat sangat elementer. Masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum. Kendati demikian, ia dapat memahami alasan MA yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

Tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan. “Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai," ujar Yusril.

Walaupun secara akademik, kata Yusril, putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, tetapi putusan itu sudah final dan mengikat. Ia mengatakan akan menghormati putusan itu, walau tidak sependapat. "Itulah putusannya dan apapun putusannya, putusan itu tetap harus kita hormati," ujar mantan Menteri Hukum dan HAM itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler