UMKM Go Global Terkendala Biaya Ekspor
Selain biaya ekspor, UMKM terkendala biaya logistik yang tinggi.
REPUBLIKA.CO.ID, Lida Puspaningtyas, Wahyu Suryana
JAKARTA -- Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih menghadapi berbagai tantangan dalam pelaksanaan ekspor. Staf Khusus Wakil Presiden, Lukmanul Hakim menyampaikan Global Halal Hub merupakan upaya orkestrasi ekosistem yang diharapkan bisa mengatasi tantangan-tantangan tersebut satu per satu.
"Kita tahu bahwa kelemahan UMKM kita ada di kualitas, kuantitas, dan kontinuitas atau berkelanjutan," katanya dalam Focus Group Discussion Global Halal Hub, Kamis (10/11).
Mayoritas UMKM Indonesia juga belum melek ekspor karena berbagai kendala. Mulai dari kendala literasi, kualitas produk, pembiayaan, hingga logistik. Dari sisi produk, saat ini berbagai lembaga, instansi, dan kementerian gencar melakukan kurasi.
Global Halal Hub sendiri berfokus pada peningkatan kapasitas SDM, global onboarding, dan memperkuat jaringan. Peningkatan SDM melalui inkubasi bisnis, pelatihan, dan pendampingan. Dilanjutkan dengan mencapai marketplace global, dan offline networking.
Salah satu yang sangat krusial bagi UMKM adalah pendanaan dan logistik ekspor. Lukmanul mengatakan banyak produk UMKM yang sudah punya kualitas tinggi namun terkendala di dua hal itu sehingga tidak bisa go global.
"Misal saja banyak yang kena BI Checking jelek, karena punya riwayat macet di leasing, kredit motor tidak selesai mereka langsung tidak bisa mendapat pendanaan," katanya.
Selain itu, dari sisi logistik yang biayanya sangat tinggi. Lukmanul mencontohkan pengiriman sampel bumbu-bumbu rempah khas Indonesia seperti bumbu pecel, rendang, yang nilainya tidak sampai Rp 1 juta harus mengeluarkan biaya ongkos kirim mencapai Rp 4 juta.
Ia berharap ada inovasi atau solusi dari pihak pemberi dana baik bank maupun non bank untuk mengatasi kendala-kendala secara khusus tersebut. Sehingga UMKM bisa memasarkan produknya dengan biaya yang lebih efisien dan memenuhi cita-cita Pemerintah untuk menjadikan Indonesia pusat halal dunia.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan, jumlah ekspor nasional meningkat pada kuartal III 2021. Nilai ekspor yang naik sekitar 22,71 persen dibandingkan kuartal III 2020 yang cuma mencapai 17,24 persen.
Meski begitu, dari angka-angka tersebut jumlah ekspor UMKM baru mencapai 15,65 persen. Angka itu masih jauh dibandingkan negara-negara lain seperti Singapura 41 persen, Thailand 29 persen, atau China yang mencapai 60 persen.
"Target kontribusi ekspor UMKM kita harapkan meningkat menjadi 17 persen pada 2024," kata Teten dalam Temu Bisnis Nasional UMKM yang diselenggarakan Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Rabu (10/11).
Teten menuturkan, faktor penunjang meningkatnya ekspor UMKM dapat dilihat dari kinerja Indeks Kinerja Logistik (LPI). Lalu, optimalisasi ekspor, menekan biaya logistik, mempersingkat waktu pengurusan dokumen ekspor dan kewajiban pabean.
Setelah itu, diperlukan peran kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, BUMN, perbankan dengan segenap pemangku kebijakan. Sinergi itu sangat dibutuhkan dalam membangun ekosistem yang kondusif, serta untuk mendorong UKM go global.
Ia berharap, UGM jadi inkubator wirausaha, mendorong mahasiswa mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan bisnis, membangun jaringan bisnis. Kemenkop UKM akan mendorong lebih banyak UKM yang siap ekspor tahun ini.
Kemenkop akan memfasilitasi standardisasi internasional bagi UKM, sekolah ekspor, pelatihan UKM ekspor, pembiayaan ekspor, sistem informasi ekspor, dan pameran berskala internasional. Selain itu, kerja sama peningkatan ekspor-ekspor lain.
"Ke depan, perlu beberapa inovasi kebijakan mendorong ekspor nasional dengan membangun infrastruktur logistik terpadu di dekat klaster UKM," ujar Teten.
Rektor UGM, Prof Panut Mulyono menuturkan, perdagangan dunia saat ini mengalami transformasi konvensional menuju digital. Kondisi ini menjadi momentum pelaku usaha mikro dan kecil guna melakukan transformasi pemasaran menuju pasar global.
Kontribusi UMKM ke ekspor nonmigas 15,6 persen, tapi partisipasi UMKM di rantai nilai global baru 4,1 persen. Kemitraan UMK/UMB 7 persen, rasio kewirausahaan nasional 3,47 persen dan keikutsertaan dalam digitalisasi UMKM masih 16 persen.
"Angka ini menunjukkan masih terbukanya peluang untuk pengembangan UMKM pada masa mendatang," kata Panut.
Kata kunci pengembangan UMKM berdaya saing di pasar global merupakan kolaborasi pentahelix universitas, pemerintah, perbankan, industri dan komunitas UMKM. Hal itu diharapkan bisa menyelesaikan berbagai masalah-masalah yang dihadapi UMKM.